Inikah Akhirnya Tuan?
Malam gelap semakin lembab sebab
hujan yang tak kunjung reda. Meski dinaungi atap, pakaian ku tetap basah. Sebab
tangis Puan yang tak kunjung mereda, hentikan Puan aku tak sanggup melihatmu
begini. Nafasnya tak teratur dan suaranya bergetar mengatakan “Ia bukan untukku
kawan... ia bukan untuk ku kawan”.
Empat puluh delapan jam, seakan
berputar 365 hari, selama itu ia meronta, berlari dan mengingkari. Namun, semua
berjalan sebaliknya, bayangan Tuan seakan menariknya dalam keputus asaan. Iya
Puan, Tuan bukan untuk mu. Puan, senang kah kau jika ia bahagia? jika iya, hapu
air mata mu dan hentikan semua tangis ini. Lihat! Lihat! Ia sudah bahagia
dengan perempuan lain. Perempuan yang sempurna dan tak semenyebalkan dirimu!.
Sadarlah kau, Puan! kamu bukan siapa- siapa.
Omong kosong apa yang kau lakukan?
Berteman dengan April, Mei, Juni, Juli, Agustus? Omong kosong. Nyatanya tak ada
satupun yang bisa membantumu saat ini, bodoh kau.
Bukan aku, bukan juga April, Mei,
Juni, Juli, Agustus yang akan membantumu sekarang, tapi dirimu sendiri, Puan. Berhenti bergantung pada orang lain,
berilah senyum perpisahan pada Tuan. Tunjukkan bahwa kaupun bahagia, meski
dikelilingi tangis. Cukup senyum, Puan tak perlu disertai kata atau air mata.
Ucapku mungkin tak menyembuhkan
lukanya. Beginikah rasanya menusuk tapi tak tertusuk? Beginikah rasanya terbunuh
tanpa tahu pembunuh? Sebagai kawan yang tak berguna aku kecewa pada diriku
sendiri. Maafkan aku Puan.
Meskipun kisah mu tak semanis
senyumu, Puan. Tapi aku yakin Puan, hatimu setegar berlian. Hingga kelak
kisahmu indah pada waktunya.
Bandung, 10 November 2017
Tulisan kacau kawan puan
No comments:
Post a Comment