Malamnya Puan
Malam itu mata puan tak bisa terpejam, karena itu aku masih menemaninya berbincang. Aku sadar ada yang puan sembunyikan dan tak ia ceritakan padaku. Aku melihat kecemasan dari setiap kata yang ia ucap, aku bingung harus berkata apa agar ia bicara. Setengah jam berlalu, aku mulai kesal dengan dia yang pura - pura tegar "Katakan apa yang membuat hatimu cemas wahai puan?" Kata Ku.
Saat itu tak ada
kata, tak ada suara hanya air mata yang membasahi pipi mungil puan.
Tenggelamlah ia dalam tangisannya, dalam kesedihannya dan dalam pelukanku.
Begitulah perempuan, tak bisa merubah rasa menjadi kata hingga air mata yang
berbicara. Oh puan ceritakan padaku apa yang membuat mu begini?.
Puan, tentang
apakah yang membuat mu merelakan air matamu jatuh? Tentang siapakah yang kau
cemaskan? Tak ada satupun jawaban darinya, biar dinginnya malam yang memahami
perasaannya. Dan mungkin pena dan secarik kertas bisa membantu puan, jika suara
tak mampu mungkin Surat mampu menyampaikan. Fikirku.
Secarik kertas
kosong kini berisi
"Jika
sangkar ku tak lagi bagus dan nyaman, telah ku buka pintu keluar agar kau kini menjadi
burung yang terbang bebas sesukamu. Biarkan aku jadi sangkar yang tak berguna
untuk saat ini.
Jika kau
kura-kura, tinggalkan aku cangkangmu yang membuat mu bergerak lambat. Temukan
rumah nyamanmu yang membuat mu bergerak cepat. Biarkan aku menjadi cangkang
yang kosong untuk saat ini"
Goresan tangan
puan menyiratkan kecemasan yang mendalam. Puan pun terlelap masih dengan
kecemasannya. Aku berdoa semoga esok kau tersenyum lagi puan.
Cimanggu, 20 Augustus 2017
Cimanggu, 20 Augustus 2017
Hanya tulisan kacau kawan Puan
No comments:
Post a Comment