Puan dan Lingkaran Pedih
Puan air matamu yang jatuh di pundakku malam itu, setajam pisau
yang menusuk di dadaku. Aku bertanya kapankah laki-laki berhenti menyakiti
seorang perempuan . Aku bertanya haruskah aku yang menghukumnya.
Tuan, cicin pengikat kasih kita yang kau janjikan malam sebelumnya
pada puan, emang yang seharusnya melingkar dijari manis Puan, nyatanya hanya
lingkaran kepedihan yang mengikat dada Puan malam ini. Sesak, marah, sedih,
kecewa, bingung dan semua yang tidak Puan pahami tentang hari itu. Tuan,
siapakah yang menentukan salah dan benar, sehingga dimatamu Puan selalu
bersalah.
Tuan, tatapan mata adalah kekuatan. Pertanda kasih dan pelindungan
terlihat dari mata. Lalu apa artinya jika tatapan matamu menusuk dan seperti
lingkaran belenggu yang membuat Puan takut?. Tatapan mata itu, seolah majikan
kejam yang menyuruh pembantunya melakukan sesuatu. Tatapan kejam seakan haus
melihat penderitaan oranglain. Aku kecewa Tuan, itukah yang kau namakan
laki-laki?
Semua yang keluar dari mulutmu, hanya caci maki yang tak logis.
Nada yang menaik tak layak kau keluarkan dihadapan seorang perempuan. Kau
harusnya sadar, kau lahair dari rahim seorang perempuan. Kau tak pernah
merasakan sakitnya perjuangan itu. Jika kau manusia kau akan berfikir berjuta
kali untuk menyakiti seorang perempuan. Cukup hanya merasakan sakitnya
melahirkan yang dirasakan perepuan tak perlu ditambah lagi dengan sikap bodoh
mu.
Kata maaf bukan hanya sebatas kata yang tersusun dari empaat huruf.
Kata maaf bukan penghapus dosa yang telah kau lakukan. Maaf adalah kata sakral
yang mengandung arti “Aku berjanji untuk tidak melakukan hal yang sama”. Luka
tetaplah luka, akan berbekas sampai kapan pun. Hati adalah hati yang selalu
luluh akan kalimat cinta meskipun sakitnya bertubi tubi.
Bandung, 25 Januari 2018
Tulisan Kacau Kawan Puan
No comments:
Post a Comment