Sepenggal Nikmat Hidup
Pagi menjelang siang kala itu, Ku langkahkan kaki keluar dari kamarku. Bersama degupan gugup aku melangkah menuju kampus hijau. Yap kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tempatku mengupulkan serpihan ilmu untuk masa depan.
Kala itu aku mendapat tugas untuk mewawancara Kepala Bagian Keuangan tepatnya di gedung Aljamiah. Hari itu kali pertama aku liputan lagi setelah beberapa bulan tak bertugas. Menghadapi seseorang yang sebelumnya belum aku temui sebelumnya, berhasil membuatku gugup melebihi gugupnya menatap mata si doi ha ha. Hati bertanya "Seperti apa orang yang akan aku hadapi?" dan "Menyenangkan atau menegangkan?" Kemudian "Akankah dia menerima atau menolak Ku" cia elah baper ha ha. Ya seperti itulah pokoknya, kau mengertilah maksudku.
Hari itu jadwal pembayaran, baik itu pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), SPP dan wisuda. Sehingga cukup banyak orang yang berdatangan ke gedung Aljamiah, namun tak pernah singgah, melainkan pergi setelah semua urusannya selesai. Cukup banyak orang yang kutemui disana, berbagai rupa, berbagai karakter dan berbagai keperluan.
Seusai wawancara hati pun mulai melega, karena orang yang Ku hadapi tak semengerikan yang aku fikirkan. Syukurlah. Namun sepertinya takdir belum puas mengenalkan aku dengan seorang atau beberapa orang di Aljamiah. Takdir ingin aku menemui lebih banyak orang lagi. Ya, tugasku belum selesai, masih banyak data yang aku cari. Mencari data jumlah wisudawan dari setiap fakultas, misi Ku selanjutnya.
Kaki ku terus melangkah masuk keluar delapan fakultas. Ditemani senyum, salam, kata maaf dan kata terimakasih. Semangatku tak mudah hilang hanya karena mendapat tanggapan yang kurang bersahabat. Nafasku tak akan berhenti, hanya karena harus menaiki tangga hingga lantai 4. Aku tak akan berhenti hanya karena dia menolaku. Eh ha ha bercanda jangan terlalu serius ah ha ha.
Kampus memang tidak luas, namun ada ribuan orang didalamnya. Meski masih libur, banyak orang yang aku temui di sana. Jika kau ingin tahu rasanya, menyenangkan bisa mengahadapi berbagai orang dengan berbagai karakter, menyenangkan bisa bertemu banyak orang dengan berbagai kegiatan, berbagai ekspresi, berbagai model, berbagai kesibukan dan macam-macam perbedaan. Itu menyenangkan kau harus coba.
Meski aku telah bertemu banyak orang, akan tetapi sampai kaki Ku melangkah keluar gerbang mataku tak mau berhenti mengamati setiap sudut kampus. Mungkinkah mata mendengar hati yang berkata "Tolonglah aku ingin bertemu seseorang!". Namun apa daya mata tak dapat menciptakan takdir untuk hati. Aku tak pandai mengucap "Rindu" biarlah karya yang berbicara.
Katanya karya akan hidup selamanya dan tak akan dicuri orang. Maka aku selipkan rinduku didalamnya.
Bandung, 11 Januari 2017
Translate
Wednesday, January 11, 2017
Thursday, January 5, 2017
Om Telolet Om
Masa Lalu Telolet
Penghujung tahun 2016 lalu dunia seakan dipenuhi kata "Om telolet om". Sosial media, televisi, radio dan media lainnya tak kalah seru membicarakannya. " Om telolet om" menjadi naik daun setelahnya lagu "Pen Peaneapple Apple Pen" yang dinyanyikan oleh Kosaka Daimaou buming.
"Om telolet om sempat membuat Ku bingung, melebihi bingungnya menjawab pertanyaan si doi. Eh ha ha enggak gitu juga ketang. Hanya sekedar bingung apasih "Om telolet om" itu, mengapa bisa sebuming ini. Tetapi akhirnya aku mengerti apa itu "Om telolet om", hanya sirine bus yang bunyinya "Telolet telolet " gitu. Orang-orang mengatakan "Om telolet om" ketika bus itu lewat dan seperti kegirangan bus pun membunyikan sirinenya "Telolet telolet telolet". Semua orang tertawa, ha ha ternyata bahagia sesederhana itu ya.
Telolet tak hanya buming di kalangan remaja loh, ayah Ku yang kelahiran tahun 50an sekarang pun tahu apa itu telolet ha ha. Entah karena ayahku yang masih berjiwa muda atau karena telolet begitu terkenal, tak ada yang tahu.
Ceritanya suatu sore terdengar sirine telolet dari radius 10 meterlah. Sontak aku berkata " tah telolet " tak ku sangka ayah menimpali "Oh itu telolet telolet teh". Kami pun bercerita tentang si telolet ini. Si telolet terus berlanjut, sampai ada sesi kita nostalgia bersama.
Kata ayah dulu juga ada loh telolet, tapi dulu bunyinya bukan telolet melainkan "Dodolipret" katanya. Dodolipret adalah Mobil angkutan umum yang terbuat dari kayu. Jadi jika kita lihat angkutan umum sekarang ditutupi besi, nah dulu angkutan umum ditutupi kayu dan triplek saja. Lalu ada tiga sirinenya, jika ditekan secara berurutan bunyinya "Dodolipret dodolipret" ha ha.
Di zaman kejayaan ayahku si dodolipret juga sempat naik daun namun tidak sejaya telolet. Sebab dulu belum ada sosial media dan internet. Jadi kalau menurutku nih ya, telolet merupakan modifikasi dari dodolipret. Kalau dodolipret bapaknya berarti telolet anaknya ha ha. Mungkin ditahun-tahun selanjutnya pun telolet akan mengalami modifikasi lagi, mungkin. Di zaman anaku atau cucuku mungkin, tunggulah tulisan anakku atau cucuku yang membahasnya. Ha ha masih lama.
Terimakasih sudah membaca, tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Ku. Eh maksudnya blog ini. Ha ha.
Nagreg, 06 Januari 2016
Penghujung tahun 2016 lalu dunia seakan dipenuhi kata "Om telolet om". Sosial media, televisi, radio dan media lainnya tak kalah seru membicarakannya. " Om telolet om" menjadi naik daun setelahnya lagu "Pen Peaneapple Apple Pen" yang dinyanyikan oleh Kosaka Daimaou buming.
"Om telolet om sempat membuat Ku bingung, melebihi bingungnya menjawab pertanyaan si doi. Eh ha ha enggak gitu juga ketang. Hanya sekedar bingung apasih "Om telolet om" itu, mengapa bisa sebuming ini. Tetapi akhirnya aku mengerti apa itu "Om telolet om", hanya sirine bus yang bunyinya "Telolet telolet " gitu. Orang-orang mengatakan "Om telolet om" ketika bus itu lewat dan seperti kegirangan bus pun membunyikan sirinenya "Telolet telolet telolet". Semua orang tertawa, ha ha ternyata bahagia sesederhana itu ya.
Telolet tak hanya buming di kalangan remaja loh, ayah Ku yang kelahiran tahun 50an sekarang pun tahu apa itu telolet ha ha. Entah karena ayahku yang masih berjiwa muda atau karena telolet begitu terkenal, tak ada yang tahu.
Ceritanya suatu sore terdengar sirine telolet dari radius 10 meterlah. Sontak aku berkata " tah telolet " tak ku sangka ayah menimpali "Oh itu telolet telolet teh". Kami pun bercerita tentang si telolet ini. Si telolet terus berlanjut, sampai ada sesi kita nostalgia bersama.
Kata ayah dulu juga ada loh telolet, tapi dulu bunyinya bukan telolet melainkan "Dodolipret" katanya. Dodolipret adalah Mobil angkutan umum yang terbuat dari kayu. Jadi jika kita lihat angkutan umum sekarang ditutupi besi, nah dulu angkutan umum ditutupi kayu dan triplek saja. Lalu ada tiga sirinenya, jika ditekan secara berurutan bunyinya "Dodolipret dodolipret" ha ha.
Di zaman kejayaan ayahku si dodolipret juga sempat naik daun namun tidak sejaya telolet. Sebab dulu belum ada sosial media dan internet. Jadi kalau menurutku nih ya, telolet merupakan modifikasi dari dodolipret. Kalau dodolipret bapaknya berarti telolet anaknya ha ha. Mungkin ditahun-tahun selanjutnya pun telolet akan mengalami modifikasi lagi, mungkin. Di zaman anaku atau cucuku mungkin, tunggulah tulisan anakku atau cucuku yang membahasnya. Ha ha masih lama.
Terimakasih sudah membaca, tinggalkan komentar sebelum meninggalkan Ku. Eh maksudnya blog ini. Ha ha.
Nagreg, 06 Januari 2016
Subscribe to:
Posts (Atom)