KETIKA KU MELUPAKAN DAN MENGINGAT TUHAN,
ITU BERBEDA
Karya: Fantyana Huwaida’a
Hujan sore ini, seakan mencoba
menghilangkan rasa sesak di dadaku. Perlahan akupun merasakan senyum di bibirku
dan pikiranku mencoba mereview semua kejadian yang terjadi 3 bulan terakhir
ini. Kejadian-kejadian yang tak ingin aku lupakan, namun harus ku lupakan, agar
rasa sesak ini menghilang.
Kejadian itu berawal, saat aku dalam
keadaan sibuk mengerjakan skripsiku. Setiap hari aku tidur larut malam dan
bangun siang hari, sering kali aku melewatkan shalat subuh. Bukan hanya shalat
subuh yang ku lalaikan, bahkan tidak jarang aku shalat dzuhur di akhir waktu, ataupun
shalat di waktu ashar. Aku tidur sehabis shalat ashar dan melewatkan waktu
shalat magribku. Saat itulah aku merasa jauh dengan tuhanku.
Bukan hanya tuhan yang aku lupakan, bahkan
mungkin akupun melupakan kedua orang tuaku. Aku merasa selalu tertinggal dari teman-temanku
yang juga sedang mengerjakan skripsi, sehingga aku terus memporsir tenaga dan
waktu untuk mengerjakan skripsiku. “Tidak ada waktu untuk pulang kerumah
ataupun hanya sekedar mengontaknya!” fikirku saat itu. Seandainya saat itu aku
pulang atau sekedar mengontak kedua orang tuaku mungkin aku tidak akan terlalu
jauh dari tuhanku.
Hatiku terasa gersang, hidupku dalam
ketakutan dan dihantui bayang-bayang skripsi. Tak jarang aku mendapat mimpi
buruk dalam tidurku, hidupku semakin tidak tentram dan emosiku selalu
meluap-luap, hingga teman-temanku terasa menjauhiku. Saat itu aku belum
mengerti apa yang terjadi pada diriku, yang aku hiraukan saat itu hanya
skripsiku dan hidupku. Semua itu berjalan selama sebulan dan aku merasakan
sakit dalam rohaniku.
Sampai suatu waktu, aku shalat dzuhur di masjid
yang letaknya dekat rumah dosen pembimbingku. Masjid itu tidak terlalu besar,
namun sangat bersih dan wangi. Hingga membuatku ingin tinggal untuk beberapa
saat dan merebahkan tubuhku di sana. Ditambah dengan lantunan ayat al-qur’an
seorang laki-laki berbaju koko merah, yang sedang duduk di dekat mimbar.
Membuat ku tak mampu menahan mataku untuk terus terbuka dan akhirnya akupun tertidur.
Beberapa saat kemudian, “Teh, sebentar lagi
adzan bangun ya!” sebuah suara yang lembut membangunkanku. Alangkah malunya
diriku, saat tau yang membangunkanku adalah laki-laki yang duduk membaca ayat
al-qur’an di dekat mimbar tadi. Karena malu akupun hanya mengangguk dan segera
pergi mengambil air wudhu.
“Subhanallah…” ujarku dalam hati, “Bukan
hanya lantunan ayat al-qur’annya saja yang indah, bahkan lantunan adzannya pun
sangat menyentuh hati.” tambahku masih bicara dalam hati sambil mengusap
dadaku. Setelah aku selesai berwudhu, akupun masuk kembali kedalam masjid,
kemudian laki-laki itu menghampiriku dan berkata ”Shalat berjama’ah yuk!” ajaknya.
Aku yang tidak bisa mengelak hanya mengangguk dan dengan polos aku berkata
“Tapi… jangan lama-lama ya shalatnya!” dia hanya membalas dengan senyum dan itu
membuatku kesal.
Seusai shalat, akupun cepat-cepat
merapihkan mukenaku. “Mau kemana teh?
Kok buru-buru gitu?” tanya laki-laki itu. “Saya mau bimbingan skripsi a” jawabku.
“Anak bimbingannya bu Silvy bukan?” tanyanya
lagi.
“Iya” jawabku singkat.
“Tenang ajah skripsi ma bukan hal yang
perlu ditakutkan.” ujarnya seolah membaca fikiranku. “Banyak-banyaklah berdo’a
dan minta pada Allah supaya dimudahkan dalam menyusun skripsinya!” tambahnya.
Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Walaupun sebenarnya hatiku seolah mendapat
cambukkan yang dasyat, setelah mendengar
kata-kata terakhirnya.
Namun,
hal itulah yang membuatku merenungkan kembali keimananku. Ku bacakan kalimat
“Bissmillahirrahmanirrahim, laahaula walakuwata illabillah” sebelum aku memulai
bimbingan. Benar saja, bimbingan berjalan cepat dari bimbingan-bimbingan
sebelumnnya “Allhamdulillah…” syukurku pada tuhanku.
Setelah kejdian sore itu, aku mulai mencoba
mendekatkan diri kembali kepada tuhanku. Aku lantunkan kembali ayat-ayat suci
al-qur’an sehabis shalat magrib, dan berdo’a untuk kelancaran penyusunan
skripsiku serta memohon ampunan atas dosa-dosa yang telahku perbuat.
Malam itu rohaniku terasa pulih kembali.
Bukan hanya ketenangan yang aku rasakan, bahkan aku begitu lancar mengerjakan
skripsiku. Minggu berikutnya aku sengaja shalat dzuhur di masjid itu lagi, dan
bertemu dengan laki-laki itu lagi. “Sehat teh?” sapanya.
“Allhamdulillah a, sehat” jawabku
“Gimana skripsinya?” tanyanya lagi kemudian
duduk beberapa jauh di sampingku.
“Allhamdulillah a lancar, ya walaupun belum
selesai” jelasku.
“Ya tenang ajah, entar juga selesai. Saya
do’akan mudah-mudahan allah selalu melancarkan skripsinya teteh” katanya sambil
tersenyum.
“Aamiin, makasih a” jawabku dengan
tersenyum
“Jangan lupa, teteh juga banyak-banyak
berdo’a” ujarnya “Sebenarnya Allah itu malau kalau tidak mengabulkan do’a
hambanya teh” tambahnya.
“Oh iya gitu a?” tanya ku “Terus kalau gitu
kenapa ada do’a yang gak dikabulkan?”
“Allah bukan tidak mengabulkan, tapi ada
tiga cara allah mengabulkan do’a hambanya.” jawabnya tenang “Satu, Allah
langsung mengabulkan, kedua allah menundanya dan yang ketiga allah
menggantinya” dia diam beberapa saat “Jadi, kalau belum dikabulkan, mungkin
allah menundanya atau menggantinya dengan yang lebih baik” lanjutnya.
“Oh… begitu, saya baru tau a” kata ku. Perbincangan
terus berlanjut hingga akhirnya waktu ashar menghentikan obrolan kita. Akupun
segera pergi mengambil air wudhu dan laki-laki itu segera pergi melantunkan
adzan. Seusai shalat dia berkata “Oh iya kita belum kenalan ya?”
“Oh iya” Jawabku malu-malu.
“Nama saya Muhammad Sulaiman Yusuf, panggil
ajah Yusuf” katanya “Biar ganteng kayak nabi Yusuf” Candanya.
“Hahaha iya a” Kataku malu-malu.
“Nama teteh?” tanyanya.
“Saya Nadira Nur Dini, panggil dira ajah”
“Oh iya iya… mau bimbingan lagi ya?”
“Iya a”
“Mudah-mudahan lancar barokah ya”
“Aamiin, makasih a, berangkat dulu ya a
Assalmua’laikum” pamitku.
“Wa’alaikumusslam, iya hati-hati”
Setalah banyak berbincang dengan laki-laki
yang namanya Yusuf itu, aku merasa mendapat pencerahan dan menambah kefahaman
agamaku. Bukan hanya itu, namunhidupku juga menjadi lebih tenang, hingga dalam
sebulan ini skrisiku pun hampir seratus persen selesai.
Hingga kejadian yang paling menyakitkan
terjadi menimpaku. Kejadian yang membuatku berfikir bahwa tuhan menbenciku dan
berlaku tidak adil padaku. Bahkan aku sempat berfikir “Mungkin jika aku mati
akan lebih baik” itulah yang terlintas dalam fikiranku. Seseorang telah
mengabil tasku beserta isinya saat aku shalat di suatu masjid. Aku kehilangan
laptopku dan dompetku, dan yang paling menyakitkan bagiku, aku kehilangan semua
file-file skripsiku yang hampir selesai. Saat itupula aku teringat a Yusuf yang
mungkin bisa memberiku pencerahan kembali.
Disaat aku membutuhkan seseorang untuk ku
mintai saran, semua orang seolah tak bisa ku temukan. Bahkan a Yusuf yang biasa
selalu ada di masjid itupun tak ada. Saat ku bertanya “Kemana perginya a Yusuf?”
kepada orang-orang sekitar masjid, meraka mengatakan bahwa ia pergi keluar kota
sebulan. Berita itu membuatku semakin bingung, “Siapa yang akan membantuku
menyelesaikan masalah ini?” Jeritku dalam hati. Adzanpun berkumandang dan
mengingatkanku akan tuhan yang akan selalu bersamaku.
Entah mengapa saat itu aku ingin sekali
berdiam diri di masjid itu. Saat itulah kejadian yang tak ku sangka-sangka
terjadi, a Yusuf datang dan mengumandangkan adzan magrib. Aku terheran
sekaligus senang, ku ucapkan kata syukur sebanyak-banyaknya kepada tuhanku. Dan
shalat magrib itupun menjadi shalatku yang paling khusu’.
Seusai shalat aku bercerita tentang masalah
yang aku alami, kepada a Yusuf. Aku terkesan dan senang mendengar kata-kata dan
semua saran yang a Yusuf berikan. Ia kembali mengingatkanku pada tuhanku,
menyadarkan ku bahwa masalah ini adalah cobaan dariNya, membuatku mengerti
bahwa tuhan tidak akan memberkan cobaan di luar batas kemampuan hambaNya, dan
membuatku menyesal akan apa yang aku fikirkan tentang tuhaku sebelumnya.
Mulai saat itulah aku semakin mendekatkan
diri pada tuhanku, aku rutinkan shalat dan ibadah sunahku yang lain. Hingga akhirnya
skripsiku, yang ku mulai dari awal lagi selesai dalam waktu 2 minggu, dengan
predikat sangat bagus dari dosen pembimbingku. Saat aku mengerti arti dari
“Jika kau mengutamakan akhirat, maka urusan dunia akan ada dalam genggamanmu.
Tapi jika kamu mementingkan dunia, sungguh sulit mendapatkan akhirat”,
kata-kata yang diucapkan a yusuf, “Ibarat membeli sapi kau akan mendapatkan
talinya, tapi jika membeli tali kamu tidak akan mendapatkan sapinya” tutur a
Yusuf sebelumnya. Sebelumnya aku tidak percaya akan hal itu, namun sekarang aku
mengerti dan mempercayainya.
Akupun pergi mengunjungi masjid untuk
menyampaikan rasa terimakasihku kepada a Yusuf. Aku merasa senang jika
berbincang dengannya, rasanya pengetahuanku tentang agama menjadi bertambah.
Saat itupula aku berdo’a agar tuhan menjadikannya sebagai jodohku. “Hidupku
tenang jika bersamanya, aku bisa melalui semua masalahku jika bersamanya”
itulah yang aku fikirkan saat itu.
Namun, apa yang terjadi? Tuhan berkata lain
akan takdirku. A Yusuf memberikan surat undangan pernikahannya kepadaku. Aku
tersenyum seolah aku bahagia, sangat bahagia, walaupun sejujurnya hatiku
teriris. Merasa tak bisa menahan air mataku yang memaksa untuk keluar, akupun
segera pamit padanya. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamarku. Dan inilah
rasa sesak yang aku rasakan saat ini, “Apa yang terjdi pada do’aku tuhan?” aku
bertanya-tanya, “Apakah engkau menggantinya dengan yang lebih baik? Doa ku
mudah-mudahan engkau menjadikan jodohku lebih baik dari orang yang aku cintai
dan harus ku lepaskan saat ini, aamiin” ku hapus air mataku dan kembali
tersenyum, berharap rasa sesak ini segera hilang.
No comments:
Post a Comment