Translate

Sunday, January 17, 2016

Cerpen Islami



KETIKA KU MELUPAKAN DAN MENGINGAT TUHAN,
ITU BERBEDA
Karya: Fantyana Huwaida’a
Hujan sore ini, seakan mencoba menghilangkan rasa sesak di dadaku. Perlahan akupun merasakan senyum di bibirku dan pikiranku mencoba mereview semua kejadian yang terjadi 3 bulan terakhir ini. Kejadian-kejadian yang tak ingin aku lupakan, namun harus ku lupakan, agar rasa sesak ini menghilang.
Kejadian itu berawal, saat aku dalam keadaan sibuk mengerjakan skripsiku. Setiap hari aku tidur larut malam dan bangun siang hari, sering kali aku melewatkan shalat subuh. Bukan hanya shalat subuh yang ku lalaikan, bahkan tidak jarang aku shalat dzuhur di akhir waktu, ataupun shalat di waktu ashar. Aku tidur sehabis shalat ashar dan melewatkan waktu shalat magribku. Saat itulah aku merasa jauh dengan tuhanku.
Bukan hanya tuhan yang aku lupakan, bahkan mungkin akupun melupakan kedua orang tuaku. Aku merasa selalu tertinggal dari teman-temanku yang juga sedang mengerjakan skripsi, sehingga aku terus memporsir tenaga dan waktu untuk mengerjakan skripsiku. “Tidak ada waktu untuk pulang kerumah ataupun hanya sekedar mengontaknya!” fikirku saat itu. Seandainya saat itu aku pulang atau sekedar mengontak kedua orang tuaku mungkin aku tidak akan terlalu jauh dari tuhanku.
Hatiku terasa gersang, hidupku dalam ketakutan dan dihantui bayang-bayang skripsi. Tak jarang aku mendapat mimpi buruk dalam tidurku, hidupku semakin tidak tentram dan emosiku selalu meluap-luap, hingga teman-temanku terasa menjauhiku. Saat itu aku belum mengerti apa yang terjadi pada diriku, yang aku hiraukan saat itu hanya skripsiku dan hidupku. Semua itu berjalan selama sebulan dan aku merasakan sakit dalam rohaniku.
Sampai suatu waktu, aku shalat dzuhur di masjid yang letaknya dekat rumah dosen pembimbingku. Masjid itu tidak terlalu besar, namun sangat bersih dan wangi. Hingga membuatku ingin tinggal untuk beberapa saat dan merebahkan tubuhku di sana. Ditambah dengan lantunan ayat al-qur’an seorang laki-laki berbaju koko merah, yang sedang duduk di dekat mimbar. Membuat ku tak mampu menahan mataku untuk terus terbuka dan akhirnya akupun  tertidur.
Beberapa saat kemudian, “Teh, sebentar lagi adzan bangun ya!” sebuah suara yang lembut membangunkanku. Alangkah malunya diriku, saat tau yang membangunkanku adalah laki-laki yang duduk membaca ayat al-qur’an di dekat mimbar tadi. Karena malu akupun hanya mengangguk dan segera pergi mengambil air wudhu.
“Subhanallah…” ujarku dalam hati, “Bukan hanya lantunan ayat al-qur’annya saja yang indah, bahkan lantunan adzannya pun sangat menyentuh hati.” tambahku masih bicara dalam hati sambil mengusap dadaku. Setelah aku selesai berwudhu, akupun masuk kembali kedalam masjid, kemudian laki-laki itu menghampiriku dan berkata ”Shalat berjama’ah yuk!” ajaknya. Aku yang tidak bisa mengelak hanya mengangguk dan dengan polos aku berkata “Tapi… jangan lama-lama ya shalatnya!” dia hanya membalas dengan senyum dan itu membuatku kesal.
Seusai shalat, akupun cepat-cepat merapihkan mukenaku.  “Mau kemana teh? Kok buru-buru gitu?” tanya laki-laki itu. “Saya mau bimbingan skripsi a” jawabku.
“Anak bimbingannya bu Silvy bukan?” tanyanya lagi.
“Iya” jawabku singkat.
“Tenang ajah skripsi ma bukan hal yang perlu ditakutkan.” ujarnya seolah membaca fikiranku. “Banyak-banyaklah berdo’a dan minta pada Allah supaya dimudahkan dalam menyusun skripsinya!” tambahnya. Aku hanya tersenyum dan mengangguk. Walaupun sebenarnya hatiku seolah mendapat cambukkan yang dasyat,  setelah mendengar kata-kata terakhirnya.
 Namun, hal itulah yang membuatku merenungkan kembali keimananku. Ku bacakan kalimat “Bissmillahirrahmanirrahim, laahaula walakuwata illabillah” sebelum aku memulai bimbingan. Benar saja, bimbingan berjalan cepat dari bimbingan-bimbingan sebelumnnya “Allhamdulillah…” syukurku pada tuhanku.
Setelah kejdian sore itu, aku mulai mencoba mendekatkan diri kembali kepada tuhanku. Aku lantunkan kembali ayat-ayat suci al-qur’an sehabis shalat magrib, dan berdo’a untuk kelancaran penyusunan skripsiku serta memohon ampunan atas dosa-dosa yang telahku perbuat.
Malam itu rohaniku terasa pulih kembali. Bukan hanya ketenangan yang aku rasakan, bahkan aku begitu lancar mengerjakan skripsiku. Minggu berikutnya aku sengaja shalat dzuhur di masjid itu lagi, dan bertemu dengan laki-laki itu lagi. “Sehat teh?” sapanya.
“Allhamdulillah a, sehat” jawabku
“Gimana skripsinya?” tanyanya lagi kemudian duduk beberapa jauh di sampingku.
“Allhamdulillah a lancar, ya walaupun belum selesai” jelasku.
“Ya tenang ajah, entar juga selesai. Saya do’akan mudah-mudahan allah selalu melancarkan skripsinya teteh” katanya sambil tersenyum.
“Aamiin, makasih a” jawabku dengan tersenyum
“Jangan lupa, teteh juga banyak-banyak berdo’a” ujarnya “Sebenarnya Allah itu malau kalau tidak mengabulkan do’a hambanya teh” tambahnya.
“Oh iya gitu a?” tanya ku “Terus kalau gitu kenapa ada do’a yang gak dikabulkan?”
“Allah bukan tidak mengabulkan, tapi ada tiga cara allah mengabulkan do’a hambanya.” jawabnya tenang “Satu, Allah langsung mengabulkan, kedua allah menundanya dan yang ketiga allah menggantinya” dia diam beberapa saat “Jadi, kalau belum dikabulkan, mungkin allah menundanya atau menggantinya dengan yang lebih baik” lanjutnya.
“Oh… begitu, saya baru tau a” kata ku. Perbincangan terus berlanjut hingga akhirnya waktu ashar menghentikan obrolan kita. Akupun segera pergi mengambil air wudhu dan laki-laki itu segera pergi melantunkan adzan. Seusai shalat dia berkata “Oh iya kita belum kenalan ya?”
“Oh iya” Jawabku malu-malu.
“Nama saya Muhammad Sulaiman Yusuf, panggil ajah Yusuf” katanya “Biar ganteng kayak nabi Yusuf” Candanya.
“Hahaha iya a” Kataku malu-malu.
“Nama teteh?” tanyanya.
“Saya Nadira Nur Dini, panggil dira ajah”
“Oh iya iya… mau bimbingan lagi ya?”
“Iya a”
“Mudah-mudahan lancar barokah ya”
“Aamiin, makasih a, berangkat dulu ya a Assalmua’laikum” pamitku.
“Wa’alaikumusslam, iya hati-hati”
Setalah banyak berbincang dengan laki-laki yang namanya Yusuf itu, aku merasa mendapat pencerahan dan menambah kefahaman agamaku. Bukan hanya itu, namunhidupku juga menjadi lebih tenang, hingga dalam sebulan ini skrisiku pun hampir seratus persen selesai.
Hingga kejadian yang paling menyakitkan terjadi menimpaku. Kejadian yang membuatku berfikir bahwa tuhan menbenciku dan berlaku tidak adil padaku. Bahkan aku sempat berfikir “Mungkin jika aku mati akan lebih baik” itulah yang terlintas dalam fikiranku. Seseorang telah mengabil tasku beserta isinya saat aku shalat di suatu masjid. Aku kehilangan laptopku dan dompetku, dan yang paling menyakitkan bagiku, aku kehilangan semua file-file skripsiku yang hampir selesai. Saat itupula aku teringat a Yusuf yang mungkin bisa memberiku pencerahan kembali.
Disaat aku membutuhkan seseorang untuk ku mintai saran, semua orang seolah tak bisa ku temukan. Bahkan a Yusuf yang biasa selalu ada di masjid itupun tak ada. Saat ku bertanya “Kemana perginya a Yusuf?” kepada orang-orang sekitar masjid, meraka mengatakan bahwa ia pergi keluar kota sebulan. Berita itu membuatku semakin bingung, “Siapa yang akan membantuku menyelesaikan masalah ini?” Jeritku dalam hati. Adzanpun berkumandang dan mengingatkanku akan tuhan yang akan selalu bersamaku.
Entah mengapa saat itu aku ingin sekali berdiam diri di masjid itu. Saat itulah kejadian yang tak ku sangka-sangka terjadi, a Yusuf datang dan mengumandangkan adzan magrib. Aku terheran sekaligus senang, ku ucapkan kata syukur sebanyak-banyaknya kepada tuhanku. Dan shalat magrib itupun menjadi shalatku yang paling khusu’.
Seusai shalat aku bercerita tentang masalah yang aku alami, kepada a Yusuf. Aku terkesan dan senang mendengar kata-kata dan semua saran yang a Yusuf berikan. Ia kembali mengingatkanku pada tuhanku, menyadarkan ku bahwa masalah ini adalah cobaan dariNya, membuatku mengerti bahwa tuhan tidak akan memberkan cobaan di luar batas kemampuan hambaNya, dan membuatku menyesal akan apa yang aku fikirkan tentang tuhaku sebelumnya.
Mulai saat itulah aku semakin mendekatkan diri pada tuhanku, aku rutinkan shalat dan ibadah sunahku yang lain. Hingga akhirnya skripsiku, yang ku mulai dari awal lagi selesai dalam waktu 2 minggu, dengan predikat sangat bagus dari dosen pembimbingku. Saat aku mengerti arti dari “Jika kau mengutamakan akhirat, maka urusan dunia akan ada dalam genggamanmu. Tapi jika kamu mementingkan dunia, sungguh sulit mendapatkan akhirat”, kata-kata yang diucapkan a yusuf, “Ibarat membeli sapi kau akan mendapatkan talinya, tapi jika membeli tali kamu tidak akan mendapatkan sapinya” tutur a Yusuf sebelumnya. Sebelumnya aku tidak percaya akan hal itu, namun sekarang aku mengerti dan mempercayainya.
Akupun pergi mengunjungi masjid untuk menyampaikan rasa terimakasihku kepada a Yusuf. Aku merasa senang jika berbincang dengannya, rasanya pengetahuanku tentang agama menjadi bertambah. Saat itupula aku berdo’a agar tuhan menjadikannya sebagai jodohku. “Hidupku tenang jika bersamanya, aku bisa melalui semua masalahku jika bersamanya” itulah yang aku fikirkan saat itu.
Namun, apa yang terjadi? Tuhan berkata lain akan takdirku. A Yusuf memberikan surat undangan pernikahannya kepadaku. Aku tersenyum seolah aku bahagia, sangat bahagia, walaupun sejujurnya hatiku teriris. Merasa tak bisa menahan air mataku yang memaksa untuk keluar, akupun segera pamit padanya. Aku menangis sejadi-jadinya di dalam kamarku. Dan inilah rasa sesak yang aku rasakan saat ini, “Apa yang terjdi pada do’aku tuhan?” aku bertanya-tanya, “Apakah engkau menggantinya dengan yang lebih baik? Doa ku mudah-mudahan engkau menjadikan jodohku lebih baik dari orang yang aku cintai dan harus ku lepaskan saat ini, aamiin” ku hapus air mataku dan kembali tersenyum, berharap rasa sesak ini segera hilang.

No comments:

Post a Comment