Cinta Untuk Ayah
"Teringat masa kecil ku, kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu, membuatku melambung
Di sisi mu terngiang, hangat nafas serta harum tubuhmu
Kau tutur kan segala mimpi mimpi serta harapan mu
Kau ingin ku menjadi... yang terbaik bagimu
Patuhi perintah mu, jauhkan godaan yang mungkin ku lakukan
dalam waktuku beranjak dewasa
jangan sampai membuatku terbelenggu, jatuh dan terinjak
Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya
ku terus berjanji tak kan hianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi mau mu
Andaikan detik itu... kan bergulir kembali
Ku rindukan suasana basuh jiwaku
Membahagiakan aku ... yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati.."
(Gita Gutawa- Yang Terbaik Bagimu)
Ooohhh.... lagu ini tak pernah bosan aku dengarkan dan ia pun tak
pernah bosan membuatku meneteskan air mata.
Membuatku mengingat akan sosok ayah beserta kasih dan sayangnya yang tak
pernah tertandingi.
Katanya Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, karena ayah adalah
satu-satunya laki-laki yang tak pernah menyakitinya. Aku setuju dengan kalimat
itu, karena ayahku pun begitu. Semarah-marahnya ia padaku, tak pernah sekalipun
ia berhenti peduli padaku.
Meski umurku sudah menginjak kepala dua pun aku masih membutuhkan
ayah. Ayah yang selalu membantuku tanpa pamrih, ia selalu mendahulukan aku
sebelum dirinya. Mengusahakan segala sesuatu yang aku minta. Tapi, jagankan
membalas kasih dan sayangnya, memiliki keberanian untuk mengucap “Aku sangat
menyangimu ayah” pun aku tak mampu.
Lalu bagaimana dengan “Cinta Pertama”? Bukan kah cinta perlu adanya
timbal balik? Apa yang bisa aku berikan untuk ayah ketika aku belum mampu
membahagiakannya? Ketika aku belum memiliki penghasilan sendiri? Ketika aku
belum bisa meringankan bebannya?
Sempat terfikir, Ayahku seringkali
mengingatkan akan surat At-tahrim ayat 6
Ayah sebagai kepala keluarga, memiliki kewajiban menjaga istri dan
anak- anaknya terutama dari siksa neraka. Jika istri dan anak-anaknya ternyata
tak bisa selamat dari neraka, rasa sedih yang teramat dalam tentu ia rasakan.
Lalu selain itu, adakah siksa yang berlebih? atau istri dan anak-anaknya justru
dapat menjerumuskannya ke dalam neraka juga? tentu bisa saja.
Jadi, menurutku menjaga diri dari perbuatan dosa adalah salah satu
cara menyayangi ayah. Syukur-syukur bisa menjadi anak sholeh/ sholehah yang
terus mendoakan kedua orang tuanya. Bukankah ada hadist yang mengatakan “Ketika
manusia mati, maka putus semua amalnya kecuali tiga amalan, amal jariah ketika
masih hidup, ilmu yang dimanfaatkan dan doa anak yang sholeh” (HR. Muslim)
Kemudian adapula hadist yang mengatakan bahwa keutamaan bagi orang
yang mengamalkan dan mengajarkan Al-quran, Allah memberikan kedua orang tuanya mahkota
yang mana cahaya dari mahkota itu melebihi dari cahayanya matahari (HR. Ahmad).
Sungguh itu adalah pemberian yang sangat istimewa untuk ayah dan ibu.
Setiap malam, termasuk malam ini ayah selalu menasehatiku.
Nasehatnya malam ini tentang menjaga diri, ayah bilang sebagai perempuan aku
harus pandai menjaga diri, banyak doa penjagaan dan harus bisa memilih dan
memililah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Karena seorang perempuan
bisa menjadi perhiasan dunia yang paling indah namun juga bisa menjadi fitnah
dunia, tergantung dari perempuan itu sendiri.
Segini dulu aja ya berbagi ceritanya, mohon maaf jika ada salah
kata dan mohon untuk ditegur via coment. Terimakasih semoga bermanfaat.