Pekerjaan Kami Tak Serendah Penghargaan Kalian
Kabar
tentang penolakan pembangunan PT. Semen Indonesia di Rembang Jawa Tengah tayang
dilayar televisi kala itu, membuatku teringat bahwa aku harus membuat sebuah
tulisan tentang “Petani”. Sebenarnya tulisan ini sudah terfikirkan di hari “Bertraktor
ria” yang kami (aku dan Mahasiswa Agroteknologi) lakukan minggu lalu. Sedikit flash back ajah ya ha ha..
Pagi
itu Rabu (8/3/17) langkahku dan langkah beberapa temanku mengarah pada kampus
II UIN SGD Bandung. Aku katakan langkah, ya langkah karena tak ada bus atau
mobil jemputan yang mengantar kami kesana. Ya sudahlah kami sudah terbiasa
dengan hal itu, sebelum mahasiswa tarbiyah pindah pun kami sudah terbiasa ke
sana, sendiri. Ketika itu tak ada kata umpatan, tak ada kalimat keluhan, semua
tertawa riang mengawali hari “Bertraktor ria” ini. Akh... kalian sungguh tegar
kawan.
Menginjakan
kaki di gerbang masuk kampus, membawa serpihan kenanganku saat itu. Masih terkenang
ketika tempat itu masih berupa ladang ilalang, masih teringat jelas saat
sepatuku menginjak tanah merah yang becek, saat aku lebih meilih melepas
sepatuku karena tanah yang menempel membuatku membutuhkan ekstra tenaga untuk
membersihkannya. Kami pun menyaksikan saat bangunan tarbiyah itu masih berupa
kerangka, saat kontaktor-kontraktor menghabiskan waktu bekerja pagi, siang,
malam. Kami menyaksikan!.
Kembali
ke cerita traktor, jangan bilang kalian tak terbayang bagaimana bentuk traktor
ha ha.. maafkan. Traktor ini kawan memiliki dua jenis ban, ban karet dan ban
besi. Nah untuk penggunaan di lahan kita gunakan ban besinya. Kalian harus
coba! Menggunakan trktor tidak semudah yang terlihat. Menghidupkan, menjalankan
hingga mengoprasikannya di lahan sungguh kalian harus coba. Aku angkat jempol
jika kalian tak berdecak kagum pada petani setelahnya.
“Beri
aku 10 Pemuda, maka akan aku guncang dunia” Ucap bapak Soekarno, ingin sekali
aku berkata “Oh bapak Soekarno yang terhormat, 3 pemuda gagah di kelasku saja
tak mampu membajak satu petak sawah sendirian. 40 orang pemuda agro saja
kewalahan membajak satu petak sawah. Bagaimana kita bisa mengguncang dunia?”. Mungkin
lebih logis jika redaksinya “Beri aku 10 petani, maka kita akan swasembada
pangan kembali”.
Pekerjaan
kami tak serendah penghargaan kalian, itu judul tulisan kali ini. Ini tercipta
entah karena perasaanku ciaaa... ha ha entah karena perasaan ku atau memang
sebagian besar orang menganggap rendah pekerjaan seorang petani. Sebagian orang
lebih mengutamakan pekerjaan lain dibandingkan pekerjaan sebagai petani. Memang
pekerjaan kami lebih melelahkan dari pekerjaan lainnya, namun bukan berarti
rendah.
Berlumuran
lumpur dan tanah, bermandikan air parit yang tak seorang pun bisa menjamin
kebersihannya, terbakar karena terpapar sinar matahari, berfikir keras,
bertengkar dengan hama dan penyakit, berteman dengan panas dan hujan semuanya
sudah sering kami lakukan. Lelah? Mungkin iya, tapi apa jadinya jika kami
berhenti saat ini, manusia akan makan apa nanti?. Memotivasi diri sendiri
adalah cara kami bertahan, bertahan adalah cara kami membuat kalian, ya kalian
dengan profesi lain tetap hidup.
Dari
tulisan ini aku berharap semoga kalian tak lagi merendahkan para petani, tak
lagi merampas lahan-lahan kami, tak lagi memposisikan profesi kami distrata
paling rendah dengan upah yang rendah pula. Cobalah sesekali perhatiakn para
petani, bukan hanya memperhatiakan apa yang kalian makan. Pikirkan orang yang
berjuang, bukan hanya memikirkan isi perut saja.
Bandung,
14 Maret 2017.
Ditulis
dengan penuh perasaan.
Dari
kami untuk kalian