RAMADHAN RASA NANO NANO
Oleh : Pena Hijau
Ceritanya, Ramadan tahun ini aku mendapat posisi "koki berbuka". Ada tidaknya makanan saat adzan magrib berkumandang, aku yang bertanggung jawab. Enak tidaknya makanan di meja makan, aku pun yang bertangung jawab. Cukup sulit bagiku, karena kemampuann ku dalam hal memasak masih di bawah rata-rata.
Ketika jam dinding menunjuk angka 4, otak ku muai berfikir akan mnghidangkan masakan apa. Tak jarang aku betanya pada ayah dan ibu apa yang harus dimasak. Awalnya ayah hanya meminta masakan yang biasa saja, seperti telor, tempe, tahu, sambal dan oseng tempe. Namun karena kesehatan ayah mulai menurun, akhinya ayah meminta masakan yang berkuah seperti opor, kare, sayur asem dan sayur lodeh.
keluarga kami keluarga besar nan sederhana, opor yang dihidangkan hanya telur yang direbus kemudian digoreng sebentar dan dimasukan pada kuah opor. Begitupun dengan kare, hanya terong yang digoreng dan dimasukan pada bumbu kare. Sangat sederhana namun rasana sangat nikmat, apalagi dipadukan dengan sambal.
Saat membuat opor, aku tidak begitu kesulitan karena ada ibu yang membimbing dan mengarahkan apa saja bumbu yang digunakan, meski masakannya berasa asin hi hi. Begitupun dengan kare masih dengan bimbingan ibu, kare ini rasanya pas karena sebagian besar ibu yang mengerjakan. Hingga tiba pada menu sayur asem. Bahan-bahan sudah ibu siapkan, kemudian ibu memberi pengarahan sebentar dan akhirnya ibu pergi meninggalkanku di dapur sendiri.
Berbekal pengarahan singakat ibu, aku menarik nafas panjang dan memberanikan diri membuat sayur asem. Memanaskan air dan memasukkan asam (aku menggunakan belimbing wuluh yang rasanya asam), memotong waluh dan kacang panjang, mengupas dan menggoreng bawang merah dan bawang putih kemudian menggerusnya dengan campuran cengek dan garam agar terasa pedas.
Waluh dimasukkan lebih dulu, memasukkan empon-empon kalau ibu bilang (salam, laja dll), memasukan bumbu hasil gerusan, menambahkan gula, garam, dan bumbu masak, masukan kacang panjang yang sudah dipotong-potong, kacang suuk yang sudah direbus dan terakhir daun tangkil. Meski dengan rasa ragu dan kurang percaya diri, aku tetap menghidangkan sayur asem di meja makan. Lengkap dengan pindang dan tempe, piring, sendok dan gelas sudah tertata rapih, potongan pepaya pun menjadi pelengkap menu berbuka.
Adzan magib berkumandang, inilah saatnya para juri berbicara. Sayur asem pertamaku mulai mendapat kritik, sayur asem pertama ku belum sempurna. Tapi bukan rasa minder yang aku rasakan, seolah dorongan bagiku untuk belajar membuat yang lebih sempurna.
Sayur asem pertma ku
1. aku lupa menambahkan gula merah hingga rasanya kurang manis.
2. aku lupa memasukkan terasi .
3. aku malah memasukkan sereh padahal tidak perlu.
Dilain waktu aku akan memasaknya dengan sempurna, ramadan kali ini rasanya nano-nano ha ha. Gula, garam, bawang, minyak , mentega, salam, sereh, laja, laos, kemiri, ketumbar, merica dan bumbu-bumbu lain harus aku kenal. Katel, cukil, coet, panci, kompor dan ala-alat dapur menjadi temanku, meski cara mereka bershabat kadang terasa sakit ha ha. Tapi merekalah yang memberi rasa pada ramadan kali ini, terimakasih kawan.