Translate

Sunday, November 25, 2012

cerpen kemanusiaan

JANJI JARI KELINGKING
            Bel telah berbunyi, pertanda saatnya murid-murid memulai waktu belajar, Nala seorang siswi SMA yang selalu datang terlambat, berlari secepat mungkin dan tidak menghiraukan apa pun yang ada di hadapannya. Ia terus berlari, hingga ia sampai di kelasnya dengan napas yang terengah-engah. Namun Nala merasa lega karena Ibu Wina guru mata pelajaran kimia, tidak mendahuluinya datang masuk kelas. Setelah beberapa menit, Ibu Wina pun datang seketika itu juga, Nala dan teman- teman sekelasnya membacakan do’a bersama- sama.
            Waktu terus bergulir tanpa henti, dan belpun telah berbunyi berulang-ulang. Ibu Wina yang telah selesai mengajar di kelas Nala, segera meninggalkan kelas. Nala dan teman- teman sekelasnya segera berganti pakaian dengan pakaian olahraga, setelah selesai berganti pakaian, dengan segera mereka berkumpul di lapangan olahraga dan melakukan pemanasan.
            Pak Dani guru olahraga datang, membawa beberapa bola voli di tangannya. “Untuk putra tolong pasangkan netnya!” Perintah Pak Dani  kepada beberapa siswa laki- laki, setelah net itu dipasang pak Dani memberi intruksi, “Putri buat tiga baris di belakang net dan putra buat dua baris di belakang net, untuk seksi olahraga memisahkan diri!” Setelah memberikan intruksi Pak Dani menyimpan bola voli yang dipegangnya.
            “Kalian, bertugas mengambil bola, dan melemparkan pada mereka, seperti ini!” Kata Pak Dani kepada Arifin, Rifki, dan Wawan. Kemudian memberi contoh pada mereka. “Kalian mengerti?” Ujar Pak Dani setelah memberi contoh, “Mengerti Pak” Jawab Arifin, Rifki, dan Wawan dengan serempak.
            Permainan voli terus berlanjut, Nala pun mulai kelelahan namun tidak satu pun bola yang berhasil melewati net. Dua jam hampir berlalu, Nala dan teman-temannya pun kembali berkumpul. “ Minggu depan kita ujian praktek voli” Pak Dani mengumumkan di depan semua murid, “ Bapak menilai kepandaian kalian dalam melakukan passing atas, passing bawah, servis, dan smash. Bapak harap kalian semua lulus dalam ujian praktek ini, karena nilai ujian praktek ini sangat berpengaruh terhadap nilai rapot kalian. Saran dari Bapak untuk kalian yang belum bisa, mulai belajar dari sekarang, sebelum menjelang ujian praktek. Ada pertanyaan?”  Lanjut Pak Dani.
Melihat ketegang diwajah murid- muridnya Pak Dani tersenyum dan berkata “Kalian jangan putus asa sebelum mencoba, tapi jika kalian gagal, kemungkinan kalian harus mengulanginya lagi .Bapak mengharapkan kepandaian kalian dalam praktek dibandingkan dengan materi. Karena materi dapat kalian pahami jika kalian pandai dalam prakteknya, kalian mengerti?”.
 “Mengerti, Pak” Jawab murid- murid dengan serempak dan nada yang mantap.
“ Ingat, kalian harus menjaga kondisi kesehatan kalian, sampai menjelang ujian praktek. Bapak tidak ingin mendengar alasan kalian sakit dan tidak mengikuti ujian praktek!” Pesan Pak Dani sebelum meninggalkan lapangan, “Jika tidak ada yang ingin kalian tanyakan, kalian boleh istirahat sekarang” Lanjut Pak Dani lalu meninggalkan lapangan.
Murid-muridpun pergi meninggalkan lapangan, perasaan Nala menjadi resah, karena ia tidak tidak pandai dalam berolahraga akan tetapi ia tidak ingin gagal dalam ujian. Nala pun berjalan menuju kelasnya dengan langkah pelan dan kepala tertunduk. “Ya tuhanku, apa yang harus aku lakukan? Kenapa hal ini bisa terjadi padaku?” keluhnya dalam hati.
“Nala!” panggil Trenika dan menepuk pundak Nala. Nala yang terkejut dengan tepukan Trenika, sontak terperanjat dan tersadar dari lamunannya. Nala menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan lalu berkata ”Ika, kamu membuatku kaget!” Sambil menepuk pundak Trenika. “Maaf-maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu.” Ucap Trenika, lalu berhenti sebentar untuk memerhatikan Nala yang mengusap dadanya karena kaget. “Aku sungguh-sungguh minta maaf, Na” ucap Trenika dengan nada memelas. “Sekarang sudah tidak apa-apa,  lain kali jangan melakukannya lagi ya!” Ucap Nala menghibur Trenika yang merasa bersalah. Trenika hanya mengangguk dan tersenyum. Dan mereka pun berjalan bersama menuju kelas.
“Nala, kamu kenapa? “ Tanya Trenika.
“Aku? Tidak apa-apa, aku baik-baik saja kok” jawab Nala ringan dan dengan senyum yang manis, “Memangnya kenapa?” Tanya Nala kepada Trenika,
“Soalnya dari tadi kamu melamun terus!”.
“Aku?  Melamun? Benarkah?” Jawab Nala bingung.
“Sebenarnya sebelum aku memukul pundakmu dan mengagetkanmu, aku sudah memanggil-manggil mu dari belakang. Tapi kamu tidak mendengarku, jadi aku menepuk pundakmu”
“Oh, maafkan aku. “.
“Jika kamu punya masalah dan kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku!”.
“Terimakasih sudah mau membantuku, aku hargai niat baikmu. Tapi insya allah aku bisa selesaikan ini!”.
“Baiklah, jika itu keputusanmu” ucap Trenika, namun Nala hanya membalas dengan senyum. “Nala, diujian praktek nanti aku akan mengalahkanmu!” Ujar Trenika dengan tersenyum dan mengepalkan tangannya yang diangkat sejajar dengan dadanya.
“Jangan gegabah, akupun tidak akan mau kalah darimu” membalas dengan senyum.
“Baiklah, kita lihat hasilnya nanti, siapa yang paling bersungguh-sungguh”
Mereka pun tiba dikelas, dan segera berganti pakaian dengan pakaian seragam. Nala duduk dengan pandangan kearah buku namun pikirannya tidak terpusat pada buku. , Nala, diujian praktek nanti aku akan mengalahkanmu!. jangan gegabah, akupun tidak akan mau kalah darimu percakapan itu terus menghantui pikirannya.
apakah kata- kata yang ku ucapkan hanya sekedar bualan, tidak bisakah aku membuktikan bahwa aku tidak akan kalah darinya keluh Nala dalam hatinya, kepalanya merasa pusing memikirkannya, ia pun memutuskan untuk mengenyahkan pikiran itu untuk sementara waktu dan ia pun mulai membaca novel yang dibawanya.
Bel pulang  telah berbunyi, Nala yang mendapat jadwal piket besok segera membereskan kelas setelah teman-temannya pulang. Nala selalu melakukan piket setelah pulang sekolah karena ia selalu datang terlambat. Ia membersihkannya dengan cepat dan cermat. Setelah selesai membersihkan kelas Nala segera berlari menuju gerbang sekolah, ketika itu Nala melihat kedua sahabatnya telah menunggunya disana, Nala pun menghampiri kedua sahabatnya.
“Teman-teman maaf menunggu lama!” Ucap Nala masih dengan napas yang terengah-engah.
“Kenapa lama sekali, Na?” Tanya Mira
“Aku lupa kalau besok aku mendapat jadwal piket, kalian tahu sendirikan kalau aku datang selalu paling telat” jawab Nala
“Ya sudah, yang penting sekarang semuanya sudah lengkap ayo kita segera berangkat! Sebelum sore, aku tidak ingin kalian dimarahi karena pulang terlalu sore” kata Rima dengan bijak. Dan ketika mereka akan berjalan menuju rumah Rima.
“Tunggu-tunggu dimana Via?” Pertanyaan Nala menghentikan langkah kedua sahabatnya.
“Ya ampun, aku sampai lupa, hampir saja kita meninggalkannya!” Kata Rima sembari memukul keningnya.
“Tadi dia bilang ingin membeli sesuatu, aku lupa mengatakannya pada kalian” kata Mira sambil tersenyum malu “Aku minta maaf”.
“Ya sudah, sebaiknya kita menunggunya disini” usul Nala, lalu mereka pun menunggu Via di depan gerbang sekolah. Tidak lama kemudian, Rima melihat Via yang sedang berjalan dengan kepala yang menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu. “Via, disini!” Kata Rima sambil melambai-lambaikan tangannya kearah Via. Lalu Via pun berlari kearah mereka.“Maaf ya, membuat kalian menunggu” kata Via dengan nada menyesal. “Kau membeli apa, Via ?” Tanya Mira, “Aku membeli beberapa bungkus batagor” semabari memperlihatkan isi dalam keresek yang dibawanya, “Sebanyak ini? Apakah kamu yakin akan menghabiskan semuanya?” , Via hanya tersenyum mendengar pertanyaan Mira, “Aku membeli sebanyak ini bukan untuk ku sendiri” Via mulai menjelaskan, “Lalu untuk siapa?” Tanya Mira, “Aku membeli ini untuk kalian juga, silahkan ambil” kata Via sembari menyodorkan keresekyang dibawanya kepada Mira, Rima, dan Nala. Awalnya mereka ragu- ragu untuk mengambil “Tenang saja ini gratis kok” kata Via, seolah-olah ia bisa membaca pikiran ketiga sahabatnya itu.
“Terimakasih ya, Vi, kamu baik sekali” kata Rima sembari tersenyum kearah Via.” Maaf aku tidak bisa membalas kebaikanmu” lanjutnya, disusul dengan anggukan Nala dan Mira.
“Sama-sama, aku tidak mengharapkan balasan dari kalian, aku hanya merasa tidak enak saja jika hanya aku yang makan, sedangkan kalian tidak. Jadi aku memutuskan untuk membeli untuk kalian juga” kata Via sembari tersenyum kepada tiga sahabatnya.
“Via, kamu selalu paling tahu kalau aku sedang lapar” canda Nala.
“Itulah yang disebut dengan sahabat”.
“Via terimakasih ya, aku harap kamu sering-sering meneraktir kita seperti ini” Canda Mira, Via hanya membalas dengan senyumnya.
“Sekarang sudah berkumpul semua kan?” Tanya Rima sembari melihat ketiga sahabatnya satu persatu, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, ibuku sudah menunggu kalian.” Lanjut Rima sembari berjalan menuju rumahnya yang tidak begitu jauh dari sekolah, dengan disusul oleh ketiga sahabatnya.
Mereka pun telah samapi dirumah Rima, kemudian tidak lama setelah mereka masuk, Ibu Rima datang dengan membawa sebuah nampan yang berisi beberapa gelas minuman, disusul oleh Rima yang membawa beberapa toples kue, “Tante, maaf ya merepotkan” kata Nala, sembari membantu ibu Rima menaruh minuman diatas meja “Tidak apa-apa , tante senang kalian datang kemari lagi, setelah lama kalian tidak main kemari” jawab ibu Rima dengan tersenyum, “Iya, dua minggu terakhir ini, kami sibuk dengan tugas-tugas, jadi tidak sempat untuk belajar bersama “tambah Via, “Masa-masa SMA memang sangat sibuk, tante ngerti kok” “sedang membuat kue ya tante?” Tanya Mira, “Iya, sekarang tante sedang banyak pesanan kue, jadi tante agak sibuk” jawab Ibu Rima “Maafkan tante ya anak-anak” lanjutnya, “Tidak apa-apa tante, bukankah seharusnya kami yang meminta maaf, karena merepotkan tante” ucap Via, “Kalian sama sekali tidak merepotkan tante, ya sudah tante kedapur dulu ya, silahkan di minum,  kalian pasti lelah setelah pulang sekolah. Kalau butuh sesuatu kalian bisa panggil tante, anggap saja rumah sendiri”, “Iya, terimakasih tante,” . ibu Rima pun meninggalkan mereka diruang tamu.
“Ibumu baik sekali Ri” kata Mira lalu meminum segelas sirup dingin dimeja.
“Itu krena ibuku merasa senang jika kalian datang kemari” jawab Rima dengan ringan lalu tersenyum.
“Aku harap kita tidak merepotkan Ibumu, Ri” tambah Via
“Tenang saja, jika kalian merepotkan aku pasti sudah mengusir kalian” canda Rima
“Kamu jahat sekali Ri” kata Via dengan nada pura-pura  sedih. Melihat wajah memelas Via, mereka pun tertawa.
“Jangan memasang wajah memelas, itu membuatku geli, “kata Rima sembari tertawa. “Aku hanya bercanda, akupun tidak akan sejahat itu”. Dan ruangan itu pun dipenuhi dengan tawa mereka.
kemudian suasana pun menjadi hening, “Ayo, kita mulai belajarnya” kata Nala memecah keheningan, dan mengeluarkan buku pelajarannya. Lalu mereka pun memulai belajar. Satu jam telah berlalu, mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar. Nala duduk termenung hingga ia tidak menyadari bahwa Mira memperhatikannya, “Nala, !” Panggil Mira, Nala tersadar dari lamunannya, “Iya, ada apa?” Jawabnya dengan memalingkan wajah kearah Mira, “Kamu kenapa?” Tanya Mira khawatir, “Aku.. aku tidak apa-apa” jawab Nala sembari menggelengkan kepala, “Aku sudah memanggilmu tiga kali dan kamu tidak mendengarku,ada apa? Sedang memikirkan sesuatu ? Kamu punya masalah?” Mira pun membanjirinya dengan pertanyaan-pertanyaannya.
Nala menarik napas dalam-dalam dan mengelurkannya dengan berat, “Aku tidak pernah bisa berbohong padamu, kau terlalu pandai menebakku” , “Lalu kamu mau menceritakannya pada kami?” Tanya Mira lagi, Nala terlihat ragu “ Jika kami bisa membantumu, kami akan membantumu selama kami mampu, dan jika itu sangat kamu rahasiakan kami akan menjaganya, percayalah pada kami” kata Mira lagi seakan-akan ia dapat membaca apa yang Nala pikirkan, Nala melihat kearah Rima, dan Via, Merekapun mengangguk setuju dengan perkataan Mira, “Saling membantu, saling menutupi kekurangan bukankah itu yang seharusnya dilakukan oleh sahabat?” Kata Via dengan bijak, “Percayalah pada kami” tambah Rima, sembari memegang bahu Nala, Nala menatap mata Rima, dan memandang ketiga sahabatnya satu persatu.
“Nala pun menutup matanya seakan-akan sedang berpikir, lalu iapun membuka matanya, menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan berat, “Baiklah” ucapnya, sembari tersenyum kepada ketiga sahabatnya, “Minggu depan ada ujian praktek,” Nala mulai berbicara, sembari melihat kearah tiga sahabatnya satu persatu, “Ujian praktek Voli, nilai ujian praktek ini sangat berpengaruh pada hasil rapot, dan aku tidak ingin sampai gagal dalan ujian ini, “ Nala memberi jeda, lalu melanjutkan “Dan seperti yang kalian ketahui, aku tidak pandai dalam berolahraga, termasuk voli” Nala menarik napas dan mengeluarkannya, “Aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku tidak ingin sampai gagal”, Nala memandang ketiga sahabatnya, mereka tersenyum kearahnya, “Nala kamu tidak perlu bingung” kata Mira lembut, Nala tidak mengerti maksud dari perkataan Mira “ Apa kamu lupa, sahabatmu ini adalah ketua klub voli, dan kamu dapat meminta bantuannya kapan saja” lanjutnya sembari menepuk-nepuk bahu Via.
Nala hanya terdian memandang Mira,“Aku akan mengajarimu semua tentang voli, jadi bagaimana jika kamu datang ke klub voli besok, aku yakin mereka pun tidak akan keberatan mengajarimu,”kata Via meyakinkan Nala, “Terimakasih ya Via” ucap Nala dengan mata yang berbinar-binar seakan-akan masalah yang dialaminya akan segera terselesaikan. “Aku juga akan membantumu, Na” kata Mira, “Aku juga pasti membantumu” tambah Rima, “Terimakasih teman-teman” Nala merasa sangat bahagia, hingga ia tidak dapat berhenti tersenyum.
  Hari sudah sore, mereka pun memutuskan untuk pulang sebelum hari gelap. Via, Nala, dan Mira pun berpamitan kepada Ibu Rima, dan meminta maaf karena telah merepotkannya. Mereka pun berjalan melewati gang, Nala segera berpamitan kepada Mira, dan Via, karena arah rumah Nala berlawanan arah dengan rumah Mira, dan Via.”Nala hati- hati ya” kata Via, Nala mengangguk “Tentu”, “Mungkin kami akan menemanimu sampai kamu mendapat angkutan umum” kata Mira mulai khawatir, “Tidak usah, ini sudah sore, aku takut kalian kena marah hanya gara-gara menemaniku,” Nala berhenti sebentar “Dan hari ini aku sudah banyak merepotkan kalian” kata Nala sembari tersenyum kepada dua sahabatnya.
Nala pun segera menyebrangi jalan,dan Nala pun sudah berada diseberang jalan dimana Via, dan Mira berada” Aku pulang dulu, kalian hati-hati dijalan, sampai jumpa besok” kata Nala sembari melambaikan tangannya. “Kau juga hati- hati dijalan, sampai jumpa besok.” Kata Via sembari melambaikan sebelah tangannya, membalas lambaian tangan Nala, “Jangan lupa datang ke klub voli besok” tambah Mira, “Tentu saja aku tidak akan lupa” jawab Nala, “Kami pulang duluan” ucap Via, Nala mengangguk “Sampai jumpa besok, dan sekali lagi hati- hati” kata Nala, Via dan Mira pun melambaikan tangan kearah Nala, dan Nala pun membalas lambaian tangan mereka, Nala terus memperhatikan sahabatnya hingga mereka menghilang dari pandangannya.
Tidak lama kemudian Nala sudah berada didalam angkutan umum. setelah turun Nala pun harus berjalan beberapa meter untuk sampai dirumahnya. Ia mulai berjalan menyusuri jalan dengan hati gembira dan ringan, dan sesekali ia bersenandung sembari melangkahkan kakinya dengan riang. Tidak terasa ia pun telah berada dirumahnya, “Asslamua’laikum” Nala mengucapkan salam sebelum masuk kedalam rumah, “Wa’alaikumusslam” terdengar suara Ibu Nala menjawab salamnya, ia pun segera masuk dan ia mencium aroma masakan ibunya, dan dengan segera ia menuju kedapur, “Ibu, sedang masak apa?” Tanya Nala, “Oh, Nala, ibu sedang memasak makanan kesukaan kamu, sayang”  jawab Ibu, hati Nala bertambah gembira, “Kenapa baru pulang?” Tanya Ibu Nala, “Tadi Nala belajar bersama teman-teman dulu, jadi pulang agak sore” jawab Nala sembari menuangkan air ke dalam gelas, dan meminumnya. “Kamu sudah solat?” Tanya Ibu “sudah” jawab Nala singkat, “Masih lama ya bu? Nala sudah laper” keluh Nala, “Sebentar lagi saying sabar ya, tapi sebaiknya kamu mandi dan berganti pakain dulu sana!”, Nala pun mengangguk dan menuruti perintah Ibunya. Setelah Nala mandi dan berganti pakaian, Nala pun segera melahap makanan favoritnya.
Waktu begitu cepat berlalu, Nala terbangun di pagi yang sangat dingin, ia menatap jam yang berada dimeja, yang terletak sebelah tempat tidurnya, waktu menunjukan pukul 4 pagi, ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya lalu mengambil handuknya dan segera mandi. Setelah Nala melakukan segala persiapan, ia pun telah siap untuk berangkat ke sekolah. Ia berpamitan kepada kedua orang tuanya dan segera berangkat.
Nala sampai disekolah tepat lima menit sebelum bel masuk berbunyi, dengan hati yang ringan dan senyum yang gembira menyertai langkahnya menuju kelas. Tidak lama setelah Nala sampai di kelasnya, bel masuk pun berbunyi, murid-murid melakukan aktivitas belajar seperti biasanya.
 Waktu terus berlalu dan tidak terasa bel pulang pun telah berbunyi, dengan hati yang bersemangat Nala melangkahkan kakinya menuju ruang klub voli, terlihat Mira, dan Via yang telah menunggunya disana, “Mira! Via! “ panggil Nala sembari melambaikan sebelah tangannya kearah Mira dan Via, lalu berlari kearah mereka, “Maaf membuat kalian menunggu” kata Nala dengan napas yang terengah- engah.
 “Tenang saja, kita juga belum mulai kok” kata Via
 “Rima kemana?” Tanya Nala sembari mencari-cari keseluruh ruangan ganti.
 “Dia belum datang, aku kira dia bersamamu?” Tanya Mira,
 “Tapi aku belum bertemu dengannya seharian ini” jawab Nala khawatir. “Apa dia tidak sekolah? Dia sakit?”.
“Tapi tadi pagi aku melihatnya datang ke sekolah, tapi dia datang terlambat!”Kata Mira.
“Rima terlambat? setahu ku dia tidak pernah datang terlambat, ada apa sebenarnya?” Tata Nala sembari meletakan tangannya didagunya, terlihat sedang berpikir.
“Mungkin tadi pagi dia lupa memasang alarm, dan bangun kesiangan!” Via mulai berbicara.
“Mungkin juga” kata Mira sembari mengangguk, “Dan sekarang kemana dia?”.
“Mungkin dia sedang berada di klub manga!” Kata Via.
“Tapi setahuku, klub manga kan kumpul setiap hari senin dan ini hari rabu” kata Nala bingung.
“Entahlah, mungkin juga ada kumpul mendadak, seperti yang sering terjadi di klub voli. Selalu ada  latihan mendadak setiap kali ada pertandingan” kata Via, sembari melangkah masuk kedalam ruangan ganti dan disusul oleh Mira.
“Tapi, dia selalu memberi tahuku jika dia mempunyai acara atau kepentingan lain, sampai tidak bisa pulang bersama” kata Nala semakin khawatir.
“Mungkin dia lupa” jawab Via ringan, “Sebaiknya kita segera berganti pakaian, sebentar lagi latihan akan dimulai” Via mengeluarkan pakaian olahraganya dari tas. Nala pun menurut, dan masuk kedalam ruang ganti, ia pun mencoba menerima apa yang dikatakan Via, walaupun hatinya terus khawatir akan Rima.
Nala melihat wajah Mira yang juga terlihat khawatir terhadap Rima, namun Via yang terlihat tenang, meyakinkanya untuk tidak merasa khawatir, tetapi hatinya terus merasa tidak tenang, “Nala, mungkin setelah pulang nanti, kita bisa mampir ke ruang klub manga dan mencarinya” kata Mira seakan-akan ia tahu apa yang Nala pikirkan. Nala hanya membalas dengan anggukan. Berkat kata-kata Mira, ke khawatiran Nala pun mulai berkurang.
Latihan pun telah usai, mereka pun segera besiap-siap untuk pulang. Nala, Mira dan Via, segera pergi ke ruang klub manga untuk mencari Rima, namun ruangan klub terkunci dan tidak ada siapa-siapa disana, “Mungkin mereka sudah pulang dan Rima sedang menunggu kita di gerbang” ucap Mira, berusah untuk tidak membuat Nala khawatir, “Ayo, kita segera kesana” ajak Mira, Nala mengangguk dan mengikuti Mira pergi.
Namun Rima tidak terlihat disana, hari sudah sore dan seharian itu mereka masih belum bertemu dengan Rima. Dan entah kenapa perasanaan Nala menjadi sedih, “Sebaiknya kita pulang sekarang, mungkin dia sudah pulang duluan”  kata Via, Nala merasa ragu namun ia pun menyetujui saran Via, dan mereka pun segera pulang.
Keesokan harinya pada saat istirahat mereka memutuskan mengunjungi kelas Rima, “Rima, kemarin kamu kemana? kenapa tidak menunggu kami?” Tanya Nala, “Maaf teman-teman aku tidak punya waktu untuk menunggu kalian, apa yang aku lakukan, aku pergi kemana itu bukan urusan kalian” jawab Rima dingin, dan saat itu Nala dan Mira, terus membanjiri Rima dengan berbagai pertanyaan, namun Rima selalu menjawab dengan dingin, hal itu membuat mereka kesal,dan mereka pun pergi meninggalkannya.
“Ada apa dengan Rima?” Tanya Nala,
“Entahlah, mungkin dia sedang emosi. Setelah dia tenang nanti, mungkin kita bisa menanyainya lagi” hibur Mira sembari tersenyum, dan Nala pun mengangguk setuju,
“Aku meragukannya” kata Via dingin dan pergi meninggalkan Mira dan Nala.
“Dan sekarang ada apa dengan Via?” Tanya Mira kesal.
“Menurutku, Via tahu sesuatu tentang Rima” Jawab Nala, memandang wajah Mira.
“Menurutmu begitu?” Tanya Mira ragu, dan Nala hanya membalas dengan anggukan.“Mungkin kita bisa menanyainya juga nanti,” lalu terdengar suara bel berbunyi, dan mereka pun segera pergi ke kelasnya masing-masing.
Saat pulang sekolah pun tiba, Mira telah menunggu Nala di depan kelasnya. Mira terlihat sedih, Nala pun mendekatinya dan mulai berbicara dengannya, “Mira, maaf ya membuatmu menunggu” kata Nala pelan sembari menyentuh bahu Mira, “Oh, tidak apa-apa, Na” jawab Mira dengan tersenyum, “Mira, kau punya sesuatu untuk di ceritakan?” Tanya Nala, seolah-olah ia sedang membaca apa yang Mira pikirkan. Mira menarik napas dalam-dalam dan mengelurkannya perlahan, “Aku mendapat nilai jelek dalan ulangn fisika” kata Mira sembari memperlihatkan kertas ulangan bernilai 25 dengan pulpen merah, “Dan nilaiku adalah nilai yang paling buruk di kelas” Mira menitup wajahnya, Nala pun mengajak Mira untuk duduk di koridor, “Kenapa bisa begitu?” Tanya Nala, “Aku tidak mengerti sedikit pun tentang fisika, dan kemarin aku tidak belajar sedikit pun, aku terlalu lelah untuk belajar” jawab Mira, dengan tertunduk. Mendengar apa yang dikatakan Mira, Nala merasa bersalah, karena Nala tahu kemarin Mira sibuk mengajarinya bermain voli, hingga ia merasa kelelahan, Nala pun diam tanpa berbicara, suasana pun hening seketika.
“Mira, Nala, cepat! latihan akan segera dimulai” panggil Via, Nala terkejut ketika melihat Mira yang sontak berdiri, dan memandang kearahnya, “Ayo, kita latihan” kata Mira, memaksakan diri untuk tersenyum, walau hatinya terasa berat untuk tersenyum, Nala pun hanya mengangguk lemas, lalu meraka pun segera pergi kearah Via, dan latihan pun segera dimulai.
Siang itu perasaan Mira sedang tidak baik, sehingga membuatnya tidak fokus pada latihan. Sudah beberapa kali Via menegurnya agar bisa fokus namun, hatinya terlalu sedih untuk bisa fokus pada siang itu. Melihat apa yang terjadi pada sahabatnya itu, Nala merasa bersalah, namun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dan akhirnya latihan pun telah usai, sepanjang perjalanan menuju rumahnya Nala memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membantu Mira.
Kesokan harinya, pada waktu istirahat, Nala mengunjungi kelas Mira, “Mira, aku membuat ini untuk mu” kata Nala sembari memberikan sebuah buku yang disampul dengan rapih dan dihias sedemikian rupa. Mira mengambil buku itu, “Apa ini, Na?” Tanya Mira sembari melihat isi buku itu, “Rangkuman rumus- rumus fisika, aku membuatnya untukmu, aku pikir dengan adanya buku itu kamu bisa membacanya dimana saja ketika kamu tidak sedang sibuk” jelas Nala.
“Nala kamu membuat ini kapan?” Tanya Mira masih melihat isi buku itu.
“Aku membuatnya tadi malam, aku harap buku itu bisa membantumu”
“Nala buku ini akan sangat membantuku, buku rangkuman rumus-rumus, beserta penjelasan dan contoh soalnya” kata Mira lalu menatap Nala, “Kau membuatnya semalaman?”
            Nala mengangguk, “Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan yang terpikirkan olehku hanya membuat buku itu. Dan jika ada yang tidak kau mengerti, aku akan mengajari mu”
            “Terimakasih Nala, kau banyak membantuku”
            “Bukankah itu yang harus dilakukan sahabat” kata Nala dengan tersenyum, Mira pun membalasnya dengan senyum.
            Saat itu mereka pun terlarut dalam perbincangan. Lalu mereka pun memutuskan untuk pergi perpustakaan untuk meminjam beberapa buku. Diperjalanan menuju perpustakaan mereka milihat Via sedang berbicara dengan Rima, ketika Nala dan Mira baru akan mendekati mereka, sontak Nala dan Mira terkejut melihat tangan Via yang menampar pipi Rima, dengan segera mereka berlari kearah Via, “Via ada apa ini? Kenapa kamu memukul Rima?” Tanya Mira mulai panik.
            Mata Via menatap mata Mira dengan tajam lalu berpaling kearah Rima dengan tatapan marah. Rima memegangi pipinya, Nala menyentuh bahu Rima,mencoba menenangkan Rima, namun sebelum tangan Nala berhasil menyentuh bahu Rima, Rima menangkisnya, dan berkata”Ini urusan ku, kalian tidak usah ikut campur urusanku” lalu Rima berlari pergi.
            Mereka hanya tertegun melihat kepergian Rima dan mendengar kata-kata yang diucapkannya. Nala berpaling kearah Via, “Via, ada apa ini?,” Tanya Nala, “Via tolong jelaskan pada kami, dan aku tahu sebenarnya kamu sudah mengtahui masalah yang dialami Rima, bukan begitu?” kata Mira dengan nada setengah berteriak. Via hanya diam dan tidak melihat Nala atau Mira sedikitpun, “Via, aku mohon jelaskan pada kami” Nala memohon pada Via, namun Via tetap diam, “Via, bukankah sahabat tidak seharusnya menyimpan rahasia, bukankah kita semua saling mempercayai?” tambah Mira, Via pun menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian, “Aku tidak ingin membicarakannya, jadi lebih baik setelah sekolah usai nanti kita datang kerumahnya dan membicarakan masalah ini” usul Via, Nala dan Mira mengangguk setuju dengan usul Via, lalu Via pun pergi meninggalkan Mira dan Nala. Akhirnya Nala dan Mira mengurungkan niatnya pergi ke perpustakaan dan pergi ke kelas mereka.
            Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Via, Nala dan Mira pergi kerumah Rima. Saat itu rumah terlihat kosong, namun sesaat kemuadian Rima keluar, dan Rima terlihat terkejut melihat ketiga sahabatnya itu, lalu ia mempersilahkan mereka masuk. Mereka pun bebicara langsung ke inti permasalahan, “Ri, kami tahu kamu punya masalah, dan tidak baik untuk kau simpan sendiri masalah mu, tolong ceritakan pada kami” kata Mira memulai pembicaraan, Rima menarik napas dalam lalu metap ketiga sahabatnya satu persatu, dan ia menatap Via lebih lama dari yang lain, “Aku belum memberi tahu mereka” kata Via dingin. Rima menundukan kepalanya. “Saat terakhir kalian datang kemari, ketika itu Ibuku mendapat banyak pesanan kue” Rima berhenti sesaat untuk menarik napas dan mengeluarkannya,”Saat itu aku senang, namun aku mulai khawatir ketika Ibu terus memaksakan dirinya untuk membuat kue, dan akhirnya ke khawatiranku terbukti” Rima berhenti sesaat dan memandang ketiga sahabatnya satu persatu, dan melanjutkannya “Malam itu pula penyakit Ibu kambuh lagi, aku panik dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan, aku ingin membawanya ke rumah sakit namun saat itu sudah terlalu malam, hingga semalaman aku menemani Ibu yang tidak bias tidur karena merasa kesakitan” Rima menutup wajahnya dengan tangannya, dan air matanya mulai membasahi pipinya, Nala menghampiri Rima dan duduk di samping Rima.
            “Dan saat itu dia meneleponku dan menceritakan apa yang terjadi, aku pun tidak dapat berbuat apa pun saat itu” kata Via menyambung cerita Rima, “Lalu kenapa kamu tidak menelepon aku dan Mira?” Tanya Nala, “Maafkan aku, aku pikir jika aku menceritakan pada kalian kalian akan khawatir, dan aku akan mengganggu waktu kalian” jawab Rima dengan tertunduk, “Pagi harinya aku mengantar Ibu kerumah sakit” lanjut Rima, “Dan akhirnya kamu datang ke sekolah terlambat?” Tanya Mira, Rima hanya mengangguk, “Dan siang itu tidak ada yang menjemput ibu dari rumah sakit, dan hanya aku satu-satunya orang yang bisa ibu andalkan, aku pun meminta izin pulang lebih awal untuk menjemput ibu”, “oleh karena itu kamu tidak datang pada saat latihan, dan kami tidak menemukanmu dimana-mana?” Tanya Mira, sekali lagi Rima menjawab hanya dengan mengangguk, “Melihat ibu sakit sudah membuatku sedih dan bingung, yang bisa aku lakukan hanya membantu ibu membuat kue, aku harap hal itu dapat membantunya untuk segera sembuh, namun membuat banyak kue tidak semudah yang aku pikirkan,” Rima pun terdiam.
 “Rima aku minta maaf karena telah memukulmu” kata Via dengan nada menyesal, Rima menatap wajah Via, “Ketika itu emosiku sedang tidak stabil, dan sikapmu sangat membuatku kesal, hingga aku tidak dapat menahan emosiku, “jelas Via, “hari senin besok tim voli putri akan mengikuti pertandingan, semua yang terpilih berasal dari kelas tiga dan aku satu-satunya anak kelas dua yang masuk tim, oleh karena itu akulah satu-satunya anggota tim yang kurang pandai, dan aku tidak ingin menjadi benalu didalam pertandingan,” Via berhenti sesaat lalu melanjutkannya”Pertandingan ini akan menjadi pertandingan terakhir mereka, dan aku ingin membuat mereka senang dangan memenangkan pertandingan ini, hal ini membuat emosiku tidak stabil, jadi maafkan aku” Via menundukan kepalanya.
Rima tersenyum lalu berkata” Tidak apa-apa sekarang aku sudah memaafkan mu”, “Terimakasih Rima” kata Via membalas senyum Rima, saat itu pun suasana menjadi hening, “aku punya ide!” kata Nala dengan setengah teriak, suara Nala membuat ketiga sahabatnya itu terkejut dan mereka pun menatap Nala dengan serempak, “Untuk apa?” Tanya Via heran, “Untuk menyelesaikan masalah yang sedang kita alami,” jawab Nala dengan tersenyum bahagia, ketiga sahabatnya pun ikut tersenyum bahagia, “Bagaimana idenya?” Tanya Mira tidak sabar mendengakan penjelasan Nala, “Bagaimana jika besok kita menginap disini ?” kata Nala, “Untuk apa? Bukankah itu akan membuat Ibu Rima terganggu?” kata Via, Nala menggelengkan kepalanya, “Yang aku maksud bukan menginap, hanya untuk bersenang-senang” “Lalu apa?” Tanya Via lagi, Nala menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya “Baiklah, aku akan menjelaskan pada kalian” Nala berhenti sesaat dan memandang ketiga sahabatnya yang tidak sabar mendengarkan penjelasannya, lalu Nala pun mulai berbicara “Besok kita menginap disini, dan saat itu kita bisa menyelesaikan semuanya bersama, kita akan berlatih voli dihalaman, belajar fisika, dan membuat kue. Itu semua kita lakukan bersama malam itu, bagaimana?”
Nala memperhatikan ketiga sahabatnya sedang berpikir, “Aku setuju” kata Rima mulai bicara, mendengar perkataan Rima Nala tersenyum bahagia, “Aku setuju” kata Via dan Mira bersamaan, “Baiklah, jika sudah setuju semua, kita sepakat besok setelah pulang sekolah kita berkumpul disini, dan jangan lupa membawa perlengkapan menginap kalian” kata Nala sembari tersenyum, dan melihat ketiga sahabatnya yang tersenyum, “Ayo, kita lakukan semuanya bersama” kata Rima, dengan bersemangat.
Keesokan harinya, setelah pulang sekolah. Mereka telah berkumpul dirumah Rima, malam itu menjadi malam yang paling menyenangkan bagi mereka, karena dimalam itu mereka menyelesaikan semua masalah mereka bersama. Mulai dari latihan voli bersama-sama, belajar bersama-sama, dan membuat kue pun bersama-sama. Malam itu waktu terasa lama, dan menyenangkan.
Waktu terus berjalan tanpa henti, hari penentuan pun telah tiba, hari dimana Nala melaksanakan ujian praktek, Mira yang melaksanakan ulangan, dan Via yang sedang dalam pertandingan. Mereka pun sepakat untuk berkumpul dirumah Rima setelah sekolah usai. Dan saat bel pulang berbunyi, dan seperti sebelum pulang Nala melaksankan piket terlebih dahulu, setelah selesai ia pun segera menuju rumah Rima, terlihat Mira dan Rima telah menunggunya disana, namun Via belum berada disana, dan mereka pun memutuskan untuk menunggu Via.
Akhirnya Via pun datang, wajah Via terlihat pucat dan ia terlihat tidak senang, ia pun duduk di teras rumah Rima, tenggorokannya terasa kering, lalu Nala memberinya segelas air kepadanya seakan-akan Nala mengerti apa yang dirasakannya. Setelah Via meminum segelas air itu sampai habis, Nala mulai berbicara padanya “Via, ada apa? Kenapa wajahmu pucat? Ceritakan pada kami apa yang telah terjadi?” Mira dan Rima mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Nala, “Kau harus menceritakannya pada kami” Rima pun mulai bicara, “Via kau selalu menyembunyikan perasaan mu” kata Mira setengah berteriak, Nala mencoba memperhatikan wajah Via, dan ia melihat air mata Via mulai membasahi pipinya, menyadari bahwa air matanya mulai keluar, Via segera menhapusnya dengan tangannya, lalu merebahkan tubuhnya di lantai sembari menutup matanya dan bergumam sesuatu yang tidak dapat mereka dengar, mereka mulai khawatir dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.
Dan dengan tiba-tiba Via bangkit dan terduduk, hal itu membuat ketiga sahabatnya terkejut, mereka terus memperhatikannya dan ia pun mulai menarik Napas dalam- dalam lalu mengeluarkanya dengan berat, dan mulai bebicara “aku… aku tidak percaya” Via berhenti , dan memandang wajah ketiga sahabatnya yang penasaran, “aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi” Via berhenti sesaat dan memejamkan matanya, lalu membukanya dan berteriak “kita menang! tim voli kita menang!”, mendengar apa yang Via katakan, ketiga sahabatnya terkejut dan merasa sangat gembira, kegembiraan itu terus berlajut ketika Rima mengatan bahwa Ibunya telah sembuh, lalu Nala yang mendapat nilai ujian praktek paling tinggi di kelasnya, dan Mira yang mendapat nilai Fisika yang hampir sempurna, hari itu mereka sangat gembira sekali.
“Teman-teman mulai sekarang jangan ada rahasia diantara kita, jika ada masalah kita harus selesaikan bersama, janji” ucap Nala sembari mengacungkan kelingkingnya.
“Janji” jawab Mira, kemudian melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Nala, dan disusul oleh Rima dan Via.
Pada hari itu, langit, matahari, pepohonan dan rumput- rumput menjadi saksi janji mereka. Dan sejak saat itu kegembiraan serta kebersamaan selalu menyertai persahabatan mereka.




itu cerpen pertama saya, jadi harap dimaklum jika ceritanya monoton dan banyak kesalahan dari cara penulisan dan bahasanya. mohon komentar dan sarannya.
saya harap cerpen ini dapat bermanfaat,