JANJI
JARI KELINGKING
Bel
telah berbunyi, pertanda saatnya murid-murid memulai waktu belajar, Nala
seorang siswi SMA yang selalu datang terlambat, berlari secepat mungkin dan
tidak menghiraukan apa pun yang ada di hadapannya. Ia terus berlari, hingga ia
sampai di kelasnya dengan napas yang terengah-engah. Namun Nala merasa lega
karena Ibu Wina guru mata pelajaran kimia, tidak mendahuluinya datang masuk
kelas. Setelah beberapa menit, Ibu Wina pun datang seketika itu juga, Nala dan teman-
teman sekelasnya membacakan do’a bersama- sama.
Waktu
terus bergulir tanpa henti, dan belpun telah berbunyi berulang-ulang. Ibu Wina
yang telah selesai mengajar di kelas Nala, segera meninggalkan kelas. Nala dan
teman- teman sekelasnya segera berganti pakaian dengan pakaian olahraga,
setelah selesai berganti pakaian, dengan segera mereka berkumpul di lapangan olahraga
dan melakukan pemanasan.
Pak
Dani guru olahraga datang, membawa beberapa bola voli di tangannya. “Untuk
putra tolong pasangkan netnya!” Perintah Pak Dani kepada beberapa siswa laki- laki, setelah net
itu dipasang pak Dani memberi intruksi, “Putri buat tiga baris di belakang net
dan putra buat dua baris di belakang net, untuk seksi olahraga memisahkan
diri!” Setelah memberikan intruksi Pak Dani menyimpan bola voli yang
dipegangnya.
“Kalian,
bertugas mengambil bola, dan melemparkan pada mereka, seperti ini!” Kata Pak
Dani kepada Arifin, Rifki, dan Wawan. Kemudian memberi contoh pada mereka. “Kalian
mengerti?” Ujar Pak Dani setelah memberi contoh, “Mengerti Pak” Jawab Arifin,
Rifki, dan Wawan dengan serempak.
Permainan
voli terus berlanjut, Nala pun mulai kelelahan namun tidak satu pun bola yang
berhasil melewati net. Dua jam hampir berlalu, Nala dan teman-temannya pun
kembali berkumpul. “ Minggu depan kita ujian praktek voli” Pak Dani mengumumkan
di depan semua murid, “ Bapak menilai kepandaian kalian dalam melakukan passing
atas, passing bawah, servis, dan smash. Bapak harap kalian semua lulus dalam
ujian praktek ini, karena nilai ujian praktek ini sangat berpengaruh terhadap nilai
rapot kalian. Saran dari Bapak untuk kalian yang belum bisa, mulai belajar dari
sekarang, sebelum menjelang ujian praktek. Ada pertanyaan?” Lanjut Pak Dani.
Melihat ketegang
diwajah murid- muridnya Pak Dani tersenyum dan berkata “Kalian jangan putus asa
sebelum mencoba, tapi jika kalian gagal, kemungkinan kalian harus mengulanginya
lagi .Bapak mengharapkan kepandaian kalian dalam praktek dibandingkan dengan
materi. Karena materi dapat kalian pahami jika kalian pandai dalam prakteknya,
kalian mengerti?”.
“Mengerti, Pak” Jawab murid- murid dengan
serempak dan nada yang mantap.
“ Ingat, kalian harus
menjaga kondisi kesehatan kalian, sampai menjelang ujian praktek. Bapak tidak
ingin mendengar alasan kalian sakit dan tidak mengikuti ujian praktek!” Pesan Pak
Dani sebelum meninggalkan lapangan, “Jika tidak ada yang ingin kalian tanyakan,
kalian boleh istirahat sekarang” Lanjut Pak Dani lalu meninggalkan lapangan.
Murid-muridpun pergi
meninggalkan lapangan, perasaan Nala menjadi resah, karena ia tidak tidak
pandai dalam berolahraga akan tetapi ia tidak ingin gagal dalam ujian. Nala pun
berjalan menuju kelasnya dengan langkah pelan dan kepala tertunduk. “Ya
tuhanku, apa yang harus aku lakukan? Kenapa hal ini bisa terjadi padaku?”
keluhnya dalam hati.
“Nala!” panggil Trenika
dan menepuk pundak Nala. Nala yang terkejut dengan tepukan Trenika, sontak
terperanjat dan tersadar dari lamunannya. Nala menarik napas dalam dan mengeluarkannya
perlahan lalu berkata ”Ika, kamu membuatku kaget!” Sambil menepuk pundak Trenika.
“Maaf-maaf, aku tidak bermaksud mengagetkanmu.” Ucap Trenika, lalu berhenti
sebentar untuk memerhatikan Nala yang mengusap dadanya karena kaget. “Aku
sungguh-sungguh minta maaf, Na” ucap Trenika dengan nada memelas. “Sekarang
sudah tidak apa-apa, lain kali jangan
melakukannya lagi ya!” Ucap Nala menghibur Trenika yang merasa bersalah.
Trenika hanya mengangguk dan tersenyum. Dan mereka pun berjalan bersama menuju
kelas.
“Nala, kamu kenapa? “
Tanya Trenika.
“Aku? Tidak apa-apa,
aku baik-baik saja kok” jawab Nala ringan dan dengan senyum yang manis, “Memangnya
kenapa?” Tanya Nala kepada Trenika,
“Soalnya dari tadi kamu
melamun terus!”.
“Aku? Melamun? Benarkah?” Jawab Nala bingung.
“Sebenarnya sebelum aku
memukul pundakmu dan mengagetkanmu, aku sudah memanggil-manggil mu dari
belakang. Tapi kamu tidak mendengarku, jadi aku menepuk pundakmu”
“Oh, maafkan aku. “.
“Jika kamu punya
masalah dan kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku!”.
“Terimakasih sudah mau
membantuku, aku hargai niat baikmu. Tapi insya allah aku bisa selesaikan ini!”.
“Baiklah, jika itu
keputusanmu” ucap Trenika, namun Nala hanya membalas dengan senyum. “Nala,
diujian praktek nanti aku akan mengalahkanmu!” Ujar Trenika dengan tersenyum
dan mengepalkan tangannya yang diangkat sejajar dengan dadanya.
“Jangan gegabah, akupun
tidak akan mau kalah darimu” membalas dengan senyum.
“Baiklah, kita lihat
hasilnya nanti, siapa yang paling bersungguh-sungguh”
Mereka pun tiba
dikelas, dan segera berganti pakaian dengan pakaian seragam. Nala duduk dengan
pandangan kearah buku namun pikirannya tidak terpusat pada buku. , Nala, diujian praktek nanti aku akan
mengalahkanmu!. jangan gegabah,
akupun tidak akan mau kalah darimu percakapan itu terus menghantui
pikirannya.
apakah
kata- kata yang ku ucapkan hanya sekedar bualan, tidak bisakah aku membuktikan
bahwa aku tidak akan kalah darinya keluh Nala dalam
hatinya, kepalanya merasa pusing memikirkannya, ia pun memutuskan untuk mengenyahkan
pikiran itu untuk sementara waktu dan ia pun mulai membaca novel yang
dibawanya.
Bel pulang telah berbunyi, Nala yang mendapat jadwal
piket besok segera membereskan kelas setelah teman-temannya pulang. Nala selalu
melakukan piket setelah pulang sekolah karena ia selalu datang terlambat. Ia
membersihkannya dengan cepat dan cermat. Setelah selesai membersihkan kelas
Nala segera berlari menuju gerbang sekolah, ketika itu Nala melihat kedua
sahabatnya telah menunggunya disana, Nala pun menghampiri kedua sahabatnya.
“Teman-teman maaf
menunggu lama!” Ucap Nala masih dengan napas yang terengah-engah.
“Kenapa lama sekali,
Na?” Tanya Mira
“Aku lupa kalau besok
aku mendapat jadwal piket, kalian tahu sendirikan kalau aku datang selalu
paling telat” jawab Nala
“Ya sudah, yang penting
sekarang semuanya sudah lengkap ayo kita segera berangkat! Sebelum sore, aku
tidak ingin kalian dimarahi karena pulang terlalu sore” kata Rima dengan bijak.
Dan ketika mereka akan berjalan menuju rumah Rima.
“Tunggu-tunggu dimana
Via?” Pertanyaan Nala menghentikan langkah kedua sahabatnya.
“Ya ampun, aku sampai
lupa, hampir saja kita meninggalkannya!” Kata Rima sembari memukul keningnya.
“Tadi dia bilang ingin
membeli sesuatu, aku lupa mengatakannya pada kalian” kata Mira sambil tersenyum
malu “Aku minta maaf”.
“Ya sudah, sebaiknya
kita menunggunya disini” usul Nala, lalu mereka pun menunggu Via di depan
gerbang sekolah. Tidak lama kemudian, Rima melihat Via yang sedang berjalan
dengan kepala yang menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari sesuatu.
“Via, disini!” Kata Rima sambil melambai-lambaikan tangannya kearah Via. Lalu
Via pun berlari kearah mereka.“Maaf ya, membuat kalian menunggu” kata Via
dengan nada menyesal. “Kau membeli apa, Via ?” Tanya Mira, “Aku membeli
beberapa bungkus batagor” semabari memperlihatkan isi dalam keresek yang
dibawanya, “Sebanyak ini? Apakah kamu yakin akan menghabiskan semuanya?” , Via
hanya tersenyum mendengar pertanyaan Mira, “Aku membeli sebanyak ini bukan
untuk ku sendiri” Via mulai menjelaskan, “Lalu untuk siapa?” Tanya Mira, “Aku
membeli ini untuk kalian juga, silahkan ambil” kata Via sembari menyodorkan
keresekyang dibawanya kepada Mira, Rima, dan Nala. Awalnya mereka ragu- ragu
untuk mengambil “Tenang saja ini gratis kok” kata Via, seolah-olah ia bisa
membaca pikiran ketiga sahabatnya itu.
“Terimakasih ya, Vi,
kamu baik sekali” kata Rima sembari tersenyum kearah Via.” Maaf aku tidak bisa
membalas kebaikanmu” lanjutnya, disusul dengan anggukan Nala dan Mira.
“Sama-sama, aku tidak
mengharapkan balasan dari kalian, aku hanya merasa tidak enak saja jika hanya
aku yang makan, sedangkan kalian tidak. Jadi aku memutuskan untuk membeli untuk
kalian juga” kata Via sembari tersenyum kepada tiga sahabatnya.
“Via, kamu selalu
paling tahu kalau aku sedang lapar” canda Nala.
“Itulah yang disebut
dengan sahabat”.
“Via terimakasih ya,
aku harap kamu sering-sering meneraktir kita seperti ini” Canda Mira, Via hanya
membalas dengan senyumnya.
“Sekarang sudah
berkumpul semua kan?” Tanya Rima sembari melihat ketiga sahabatnya satu
persatu, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, ibuku sudah menunggu kalian.”
Lanjut Rima sembari berjalan menuju rumahnya yang tidak begitu jauh dari
sekolah, dengan disusul oleh ketiga sahabatnya.
Mereka pun telah samapi
dirumah Rima, kemudian tidak lama setelah mereka masuk, Ibu Rima datang dengan
membawa sebuah nampan yang berisi beberapa gelas minuman, disusul oleh Rima
yang membawa beberapa toples kue, “Tante, maaf ya merepotkan” kata Nala, sembari
membantu ibu Rima menaruh minuman diatas meja “Tidak apa-apa , tante senang
kalian datang kemari lagi, setelah lama kalian tidak main kemari” jawab ibu
Rima dengan tersenyum, “Iya, dua minggu terakhir ini, kami sibuk dengan tugas-tugas,
jadi tidak sempat untuk belajar bersama “tambah Via, “Masa-masa SMA memang
sangat sibuk, tante ngerti kok” “sedang membuat kue ya tante?” Tanya Mira, “Iya,
sekarang tante sedang banyak pesanan kue, jadi tante agak sibuk” jawab Ibu Rima
“Maafkan tante ya anak-anak” lanjutnya, “Tidak apa-apa tante, bukankah
seharusnya kami yang meminta maaf, karena merepotkan tante” ucap Via, “Kalian
sama sekali tidak merepotkan tante, ya sudah tante kedapur dulu ya, silahkan di
minum, kalian pasti lelah setelah pulang
sekolah. Kalau butuh sesuatu kalian bisa panggil tante, anggap saja rumah
sendiri”, “Iya, terimakasih tante,” . ibu Rima pun meninggalkan mereka diruang
tamu.
“Ibumu baik sekali Ri”
kata Mira lalu meminum segelas sirup dingin dimeja.
“Itu krena ibuku merasa
senang jika kalian datang kemari” jawab Rima dengan ringan lalu tersenyum.
“Aku harap kita tidak
merepotkan Ibumu, Ri” tambah Via
“Tenang saja, jika
kalian merepotkan aku pasti sudah mengusir kalian” canda Rima
“Kamu jahat sekali Ri”
kata Via dengan nada pura-pura sedih.
Melihat wajah memelas Via, mereka pun tertawa.
“Jangan memasang wajah
memelas, itu membuatku geli, “kata Rima sembari tertawa. “Aku hanya bercanda,
akupun tidak akan sejahat itu”. Dan ruangan itu pun dipenuhi dengan tawa
mereka.
kemudian suasana pun
menjadi hening, “Ayo, kita mulai belajarnya” kata Nala memecah keheningan, dan
mengeluarkan buku pelajarannya. Lalu mereka pun memulai belajar. Satu jam telah
berlalu, mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar. Nala duduk termenung
hingga ia tidak menyadari bahwa Mira memperhatikannya, “Nala, !” Panggil Mira,
Nala tersadar dari lamunannya, “Iya, ada apa?” Jawabnya dengan memalingkan
wajah kearah Mira, “Kamu kenapa?” Tanya Mira khawatir, “Aku.. aku tidak apa-apa”
jawab Nala sembari menggelengkan kepala, “Aku sudah memanggilmu tiga kali dan
kamu tidak mendengarku,ada apa? Sedang memikirkan sesuatu ? Kamu punya masalah?”
Mira pun membanjirinya dengan pertanyaan-pertanyaannya.
Nala menarik napas
dalam-dalam dan mengelurkannya dengan berat, “Aku tidak pernah bisa berbohong
padamu, kau terlalu pandai menebakku” , “Lalu kamu mau menceritakannya pada
kami?” Tanya Mira lagi, Nala terlihat ragu “ Jika kami bisa membantumu, kami
akan membantumu selama kami mampu, dan jika itu sangat kamu rahasiakan kami
akan menjaganya, percayalah pada kami” kata Mira lagi seakan-akan ia dapat
membaca apa yang Nala pikirkan, Nala melihat kearah Rima, dan Via, Merekapun
mengangguk setuju dengan perkataan Mira, “Saling membantu, saling menutupi
kekurangan bukankah itu yang seharusnya dilakukan oleh sahabat?” Kata Via
dengan bijak, “Percayalah pada kami” tambah Rima, sembari memegang bahu Nala,
Nala menatap mata Rima, dan memandang ketiga sahabatnya satu persatu.
“Nala pun menutup
matanya seakan-akan sedang berpikir, lalu iapun membuka matanya, menarik napas
dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan berat, “Baiklah” ucapnya, sembari
tersenyum kepada ketiga sahabatnya, “Minggu depan ada ujian praktek,” Nala
mulai berbicara, sembari melihat kearah tiga sahabatnya satu persatu, “Ujian praktek
Voli, nilai ujian praktek ini sangat berpengaruh pada hasil rapot, dan aku
tidak ingin sampai gagal dalan ujian ini, “ Nala memberi jeda, lalu melanjutkan
“Dan seperti yang kalian ketahui, aku tidak pandai dalam berolahraga, termasuk
voli” Nala menarik napas dan mengeluarkannya, “Aku tahu apa yang harus aku
lakukan, aku tidak ingin sampai gagal”, Nala memandang ketiga sahabatnya,
mereka tersenyum kearahnya, “Nala kamu tidak perlu bingung” kata Mira lembut, Nala
tidak mengerti maksud dari perkataan Mira “ Apa kamu lupa, sahabatmu ini adalah
ketua klub voli, dan kamu dapat meminta bantuannya kapan saja” lanjutnya
sembari menepuk-nepuk bahu Via.
Nala hanya terdian
memandang Mira,“Aku akan mengajarimu semua tentang voli, jadi bagaimana jika
kamu datang ke klub voli besok, aku yakin mereka pun tidak akan keberatan
mengajarimu,”kata Via meyakinkan Nala, “Terimakasih ya Via” ucap Nala dengan
mata yang berbinar-binar seakan-akan masalah yang dialaminya akan segera
terselesaikan. “Aku juga akan membantumu, Na” kata Mira, “Aku juga pasti
membantumu” tambah Rima, “Terimakasih teman-teman” Nala merasa sangat bahagia,
hingga ia tidak dapat berhenti tersenyum.
Hari sudah sore, mereka pun memutuskan untuk
pulang sebelum hari gelap. Via, Nala, dan Mira pun berpamitan kepada Ibu Rima,
dan meminta maaf karena telah merepotkannya. Mereka pun berjalan melewati gang,
Nala segera berpamitan kepada Mira, dan Via, karena arah rumah Nala berlawanan
arah dengan rumah Mira, dan Via.”Nala hati- hati ya” kata Via, Nala mengangguk
“Tentu”, “Mungkin kami akan menemanimu sampai kamu mendapat angkutan umum” kata
Mira mulai khawatir, “Tidak usah, ini sudah sore, aku takut kalian kena marah hanya
gara-gara menemaniku,” Nala berhenti sebentar “Dan hari ini aku sudah banyak
merepotkan kalian” kata Nala sembari tersenyum kepada dua sahabatnya.
Nala pun segera
menyebrangi jalan,dan Nala pun sudah berada diseberang jalan dimana Via, dan
Mira berada” Aku pulang dulu, kalian hati-hati dijalan, sampai jumpa besok”
kata Nala sembari melambaikan tangannya. “Kau juga hati- hati dijalan, sampai
jumpa besok.” Kata Via sembari melambaikan sebelah tangannya, membalas lambaian
tangan Nala, “Jangan lupa datang ke klub voli besok” tambah Mira, “Tentu saja
aku tidak akan lupa” jawab Nala, “Kami pulang duluan” ucap Via, Nala mengangguk
“Sampai jumpa besok, dan sekali lagi hati- hati” kata Nala, Via dan Mira pun
melambaikan tangan kearah Nala, dan Nala pun membalas lambaian tangan mereka,
Nala terus memperhatikan sahabatnya hingga mereka menghilang dari pandangannya.
Tidak lama kemudian
Nala sudah berada didalam angkutan umum. setelah turun Nala pun harus berjalan
beberapa meter untuk sampai dirumahnya. Ia mulai berjalan menyusuri jalan
dengan hati gembira dan ringan, dan sesekali ia bersenandung sembari melangkahkan
kakinya dengan riang. Tidak terasa ia pun telah berada dirumahnya, “Asslamua’laikum”
Nala mengucapkan salam sebelum masuk kedalam rumah, “Wa’alaikumusslam”
terdengar suara Ibu Nala menjawab salamnya, ia pun segera masuk dan ia mencium
aroma masakan ibunya, dan dengan segera ia menuju kedapur, “Ibu, sedang masak
apa?” Tanya Nala, “Oh, Nala, ibu sedang memasak makanan kesukaan kamu, sayang” jawab Ibu, hati Nala bertambah gembira, “Kenapa
baru pulang?” Tanya Ibu Nala, “Tadi Nala belajar bersama teman-teman dulu, jadi
pulang agak sore” jawab Nala sembari menuangkan air ke dalam gelas, dan
meminumnya. “Kamu sudah solat?” Tanya Ibu “sudah” jawab Nala singkat, “Masih
lama ya bu? Nala sudah laper” keluh Nala, “Sebentar lagi saying sabar ya, tapi
sebaiknya kamu mandi dan berganti pakain dulu sana!”, Nala pun mengangguk dan
menuruti perintah Ibunya. Setelah Nala mandi dan berganti pakaian, Nala pun
segera melahap makanan favoritnya.
Waktu begitu cepat
berlalu, Nala terbangun di pagi yang sangat dingin, ia menatap jam yang berada
dimeja, yang terletak sebelah tempat tidurnya, waktu menunjukan pukul 4 pagi,
ia pun segera beranjak dari tempat tidurnya lalu mengambil handuknya dan segera
mandi. Setelah Nala melakukan segala persiapan, ia pun telah siap untuk berangkat
ke sekolah. Ia berpamitan kepada kedua orang tuanya dan segera berangkat.
Nala sampai disekolah
tepat lima menit sebelum bel masuk berbunyi, dengan hati yang ringan dan senyum
yang gembira menyertai langkahnya menuju kelas. Tidak lama setelah Nala sampai
di kelasnya, bel masuk pun berbunyi, murid-murid melakukan aktivitas belajar
seperti biasanya.
Waktu terus berlalu dan tidak terasa bel
pulang pun telah berbunyi, dengan hati yang bersemangat Nala melangkahkan
kakinya menuju ruang klub voli, terlihat Mira, dan Via yang telah menunggunya
disana, “Mira! Via! “ panggil Nala sembari melambaikan sebelah tangannya kearah
Mira dan Via, lalu berlari kearah mereka, “Maaf membuat kalian menunggu” kata
Nala dengan napas yang terengah- engah.
“Tenang saja, kita juga belum mulai kok” kata
Via
“Rima kemana?” Tanya Nala sembari mencari-cari
keseluruh ruangan ganti.
“Dia belum datang, aku kira dia bersamamu?”
Tanya Mira,
“Tapi aku belum bertemu dengannya seharian
ini” jawab Nala khawatir. “Apa dia tidak sekolah? Dia sakit?”.
“Tapi tadi pagi aku
melihatnya datang ke sekolah, tapi dia datang terlambat!”Kata Mira.
“Rima terlambat? setahu
ku dia tidak pernah datang terlambat, ada apa sebenarnya?” Tata Nala sembari
meletakan tangannya didagunya, terlihat sedang berpikir.
“Mungkin tadi pagi dia
lupa memasang alarm, dan bangun kesiangan!” Via mulai berbicara.
“Mungkin juga” kata
Mira sembari mengangguk, “Dan sekarang kemana dia?”.
“Mungkin dia sedang
berada di klub manga!” Kata Via.
“Tapi setahuku, klub
manga kan kumpul setiap hari senin dan ini hari rabu” kata Nala bingung.
“Entahlah, mungkin juga
ada kumpul mendadak, seperti yang sering terjadi di klub voli. Selalu ada latihan mendadak setiap kali ada
pertandingan” kata Via, sembari melangkah masuk kedalam ruangan ganti dan
disusul oleh Mira.
“Tapi, dia selalu
memberi tahuku jika dia mempunyai acara atau kepentingan lain, sampai tidak
bisa pulang bersama” kata Nala semakin khawatir.
“Mungkin dia lupa”
jawab Via ringan, “Sebaiknya kita segera berganti pakaian, sebentar lagi
latihan akan dimulai” Via mengeluarkan pakaian olahraganya dari tas. Nala pun
menurut, dan masuk kedalam ruang ganti, ia pun mencoba menerima apa yang
dikatakan Via, walaupun hatinya terus khawatir akan Rima.
Nala melihat wajah Mira
yang juga terlihat khawatir terhadap Rima, namun Via yang terlihat tenang,
meyakinkanya untuk tidak merasa khawatir, tetapi hatinya terus merasa tidak
tenang, “Nala, mungkin setelah pulang nanti, kita bisa mampir ke ruang klub
manga dan mencarinya” kata Mira seakan-akan ia tahu apa yang Nala pikirkan.
Nala hanya membalas dengan anggukan. Berkat kata-kata Mira, ke khawatiran Nala
pun mulai berkurang.
Latihan pun telah usai,
mereka pun segera besiap-siap untuk pulang. Nala, Mira dan Via, segera pergi ke
ruang klub manga untuk mencari Rima, namun ruangan klub terkunci dan tidak ada
siapa-siapa disana, “Mungkin mereka sudah pulang dan Rima sedang menunggu kita
di gerbang” ucap Mira, berusah untuk tidak membuat Nala khawatir, “Ayo, kita
segera kesana” ajak Mira, Nala mengangguk dan mengikuti Mira pergi.
Namun Rima tidak
terlihat disana, hari sudah sore dan seharian itu mereka masih belum bertemu
dengan Rima. Dan entah kenapa perasanaan Nala menjadi sedih, “Sebaiknya kita
pulang sekarang, mungkin dia sudah pulang duluan” kata Via, Nala merasa ragu namun ia pun
menyetujui saran Via, dan mereka pun segera pulang.
Keesokan harinya pada
saat istirahat mereka memutuskan mengunjungi kelas Rima, “Rima, kemarin kamu
kemana? kenapa tidak menunggu kami?” Tanya Nala, “Maaf teman-teman aku tidak punya
waktu untuk menunggu kalian, apa yang aku lakukan, aku pergi kemana itu bukan
urusan kalian” jawab Rima dingin, dan saat itu Nala dan Mira, terus membanjiri
Rima dengan berbagai pertanyaan, namun Rima selalu menjawab dengan dingin, hal
itu membuat mereka kesal,dan mereka pun pergi meninggalkannya.
“Ada apa dengan Rima?”
Tanya Nala,
“Entahlah, mungkin dia
sedang emosi. Setelah dia tenang nanti, mungkin kita bisa menanyainya lagi”
hibur Mira sembari tersenyum, dan Nala pun mengangguk setuju,
“Aku meragukannya” kata
Via dingin dan pergi meninggalkan Mira dan Nala.
“Dan sekarang ada apa
dengan Via?” Tanya Mira kesal.
“Menurutku, Via tahu
sesuatu tentang Rima” Jawab Nala, memandang wajah Mira.
“Menurutmu begitu?”
Tanya Mira ragu, dan Nala hanya membalas dengan anggukan.“Mungkin kita bisa
menanyainya juga nanti,” lalu terdengar suara bel berbunyi, dan mereka pun segera
pergi ke kelasnya masing-masing.
Saat pulang sekolah pun
tiba, Mira telah menunggu Nala di depan kelasnya. Mira terlihat sedih, Nala pun
mendekatinya dan mulai berbicara dengannya, “Mira, maaf ya membuatmu menunggu”
kata Nala pelan sembari menyentuh bahu Mira, “Oh, tidak apa-apa, Na” jawab Mira
dengan tersenyum, “Mira, kau punya sesuatu untuk di ceritakan?” Tanya Nala,
seolah-olah ia sedang membaca apa yang Mira pikirkan. Mira menarik napas dalam-dalam
dan mengelurkannya perlahan, “Aku mendapat nilai jelek dalan ulangn fisika”
kata Mira sembari memperlihatkan kertas ulangan bernilai 25 dengan pulpen
merah, “Dan nilaiku adalah nilai yang paling buruk di kelas” Mira menitup
wajahnya, Nala pun mengajak Mira untuk duduk di koridor, “Kenapa bisa begitu?”
Tanya Nala, “Aku tidak mengerti sedikit pun tentang fisika, dan kemarin aku
tidak belajar sedikit pun, aku terlalu lelah untuk belajar” jawab Mira, dengan
tertunduk. Mendengar apa yang dikatakan Mira, Nala merasa bersalah, karena Nala
tahu kemarin Mira sibuk mengajarinya bermain voli, hingga ia merasa kelelahan,
Nala pun diam tanpa berbicara, suasana pun hening seketika.
“Mira, Nala, cepat!
latihan akan segera dimulai” panggil Via, Nala terkejut ketika melihat Mira
yang sontak berdiri, dan memandang kearahnya, “Ayo, kita latihan” kata Mira, memaksakan
diri untuk tersenyum, walau hatinya terasa berat untuk tersenyum, Nala pun
hanya mengangguk lemas, lalu meraka pun segera pergi kearah Via, dan latihan pun
segera dimulai.
Siang itu perasaan Mira
sedang tidak baik, sehingga membuatnya tidak fokus pada latihan. Sudah beberapa
kali Via menegurnya agar bisa fokus namun, hatinya terlalu sedih untuk bisa fokus
pada siang itu. Melihat apa yang terjadi pada sahabatnya itu, Nala merasa
bersalah, namun ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Dan akhirnya latihan
pun telah usai, sepanjang perjalanan menuju rumahnya Nala memikirkan apa yang
harus ia lakukan untuk membantu Mira.
Kesokan harinya, pada
waktu istirahat, Nala mengunjungi kelas Mira, “Mira, aku membuat ini untuk mu”
kata Nala sembari memberikan sebuah buku yang disampul dengan rapih dan dihias
sedemikian rupa. Mira mengambil buku itu, “Apa ini, Na?” Tanya Mira sembari
melihat isi buku itu, “Rangkuman rumus- rumus fisika, aku membuatnya untukmu, aku
pikir dengan adanya buku itu kamu bisa membacanya dimana saja ketika kamu tidak
sedang sibuk” jelas Nala.
“Nala kamu membuat ini
kapan?” Tanya Mira masih melihat isi buku itu.
“Aku membuatnya tadi
malam, aku harap buku itu bisa membantumu”
“Nala buku ini akan
sangat membantuku, buku rangkuman rumus-rumus, beserta penjelasan dan contoh
soalnya” kata Mira lalu menatap Nala, “Kau membuatnya semalaman?”
Nala
mengangguk, “Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan yang terpikirkan
olehku hanya membuat buku itu. Dan jika ada yang tidak kau mengerti, aku akan
mengajari mu”
“Terimakasih
Nala, kau banyak membantuku”
“Bukankah
itu yang harus dilakukan sahabat” kata Nala dengan tersenyum, Mira pun
membalasnya dengan senyum.
Saat
itu mereka pun terlarut dalam perbincangan. Lalu mereka pun memutuskan untuk
pergi perpustakaan untuk meminjam beberapa buku. Diperjalanan menuju
perpustakaan mereka milihat Via sedang berbicara dengan Rima, ketika Nala dan
Mira baru akan mendekati mereka, sontak Nala dan Mira terkejut melihat tangan
Via yang menampar pipi Rima, dengan segera mereka berlari kearah Via, “Via ada
apa ini? Kenapa kamu memukul Rima?” Tanya Mira mulai panik.
Mata
Via menatap mata Mira dengan tajam lalu berpaling kearah Rima dengan tatapan
marah. Rima memegangi pipinya, Nala menyentuh bahu Rima,mencoba menenangkan
Rima, namun sebelum tangan Nala berhasil menyentuh bahu Rima, Rima menangkisnya,
dan berkata”Ini urusan ku, kalian tidak usah ikut campur urusanku” lalu Rima
berlari pergi.
Mereka
hanya tertegun melihat kepergian Rima dan mendengar kata-kata yang
diucapkannya. Nala berpaling kearah Via, “Via, ada apa ini?,” Tanya Nala, “Via
tolong jelaskan pada kami, dan aku tahu sebenarnya kamu sudah mengtahui masalah
yang dialami Rima, bukan begitu?” kata Mira dengan nada setengah berteriak. Via
hanya diam dan tidak melihat Nala atau Mira sedikitpun, “Via, aku mohon
jelaskan pada kami” Nala memohon pada Via, namun Via tetap diam, “Via, bukankah
sahabat tidak seharusnya menyimpan rahasia, bukankah kita semua saling mempercayai?”
tambah Mira, Via pun menatap kedua sahabatnya itu secara bergantian, “Aku tidak
ingin membicarakannya, jadi lebih baik setelah sekolah usai nanti kita datang kerumahnya
dan membicarakan masalah ini” usul Via, Nala dan Mira mengangguk setuju dengan
usul Via, lalu Via pun pergi meninggalkan Mira dan Nala. Akhirnya Nala dan Mira
mengurungkan niatnya pergi ke perpustakaan dan pergi ke kelas mereka.
Setelah
bel pulang sekolah berbunyi, Via, Nala dan Mira pergi kerumah Rima. Saat itu
rumah terlihat kosong, namun sesaat kemuadian Rima keluar, dan Rima terlihat
terkejut melihat ketiga sahabatnya itu, lalu ia mempersilahkan mereka masuk.
Mereka pun bebicara langsung ke inti permasalahan, “Ri, kami tahu kamu punya
masalah, dan tidak baik untuk kau simpan sendiri masalah mu, tolong ceritakan
pada kami” kata Mira memulai pembicaraan, Rima menarik napas dalam lalu metap
ketiga sahabatnya satu persatu, dan ia menatap Via lebih lama dari yang lain,
“Aku belum memberi tahu mereka” kata Via dingin. Rima menundukan kepalanya. “Saat
terakhir kalian datang kemari, ketika itu Ibuku mendapat banyak pesanan kue”
Rima berhenti sesaat untuk menarik napas dan mengeluarkannya,”Saat itu aku
senang, namun aku mulai khawatir ketika Ibu terus memaksakan dirinya untuk
membuat kue, dan akhirnya ke khawatiranku terbukti” Rima berhenti sesaat dan
memandang ketiga sahabatnya satu persatu, dan melanjutkannya “Malam itu pula
penyakit Ibu kambuh lagi, aku panik dan tidak tahu apa yang harus aku lakukan,
aku ingin membawanya ke rumah sakit namun saat itu sudah terlalu malam, hingga
semalaman aku menemani Ibu yang tidak bias tidur karena merasa kesakitan” Rima
menutup wajahnya dengan tangannya, dan air matanya mulai membasahi pipinya,
Nala menghampiri Rima dan duduk di samping Rima.
“Dan
saat itu dia meneleponku dan menceritakan apa yang terjadi, aku pun tidak dapat
berbuat apa pun saat itu” kata Via menyambung cerita Rima, “Lalu kenapa kamu
tidak menelepon aku dan Mira?” Tanya Nala, “Maafkan aku, aku pikir jika aku
menceritakan pada kalian kalian akan khawatir, dan aku akan mengganggu waktu
kalian” jawab Rima dengan tertunduk, “Pagi harinya aku mengantar Ibu kerumah
sakit” lanjut Rima, “Dan akhirnya kamu datang ke sekolah terlambat?” Tanya
Mira, Rima hanya mengangguk, “Dan siang itu tidak ada yang menjemput ibu dari
rumah sakit, dan hanya aku satu-satunya orang yang bisa ibu andalkan, aku pun
meminta izin pulang lebih awal untuk menjemput ibu”, “oleh karena itu kamu
tidak datang pada saat latihan, dan kami tidak menemukanmu dimana-mana?” Tanya
Mira, sekali lagi Rima menjawab hanya dengan mengangguk, “Melihat ibu sakit
sudah membuatku sedih dan bingung, yang bisa aku lakukan hanya membantu ibu
membuat kue, aku harap hal itu dapat membantunya untuk segera sembuh, namun
membuat banyak kue tidak semudah yang aku pikirkan,” Rima pun terdiam.
“Rima aku minta maaf karena telah memukulmu”
kata Via dengan nada menyesal, Rima menatap wajah Via, “Ketika itu emosiku
sedang tidak stabil, dan sikapmu sangat membuatku kesal, hingga aku tidak dapat
menahan emosiku, “jelas Via, “hari senin besok tim voli putri akan mengikuti
pertandingan, semua yang terpilih berasal dari kelas tiga dan aku satu-satunya
anak kelas dua yang masuk tim, oleh karena itu akulah satu-satunya anggota tim
yang kurang pandai, dan aku tidak ingin menjadi benalu didalam pertandingan,”
Via berhenti sesaat lalu melanjutkannya”Pertandingan ini akan menjadi
pertandingan terakhir mereka, dan aku ingin membuat mereka senang dangan
memenangkan pertandingan ini, hal ini membuat emosiku tidak stabil, jadi
maafkan aku” Via menundukan kepalanya.
Rima tersenyum lalu
berkata” Tidak apa-apa sekarang aku sudah memaafkan mu”, “Terimakasih Rima”
kata Via membalas senyum Rima, saat itu pun suasana menjadi hening, “aku punya
ide!” kata Nala dengan setengah teriak, suara Nala membuat ketiga sahabatnya
itu terkejut dan mereka pun menatap Nala dengan serempak, “Untuk apa?” Tanya
Via heran, “Untuk menyelesaikan masalah yang sedang kita alami,” jawab Nala
dengan tersenyum bahagia, ketiga sahabatnya pun ikut tersenyum bahagia, “Bagaimana
idenya?” Tanya Mira tidak sabar mendengakan penjelasan Nala, “Bagaimana jika
besok kita menginap disini ?” kata Nala, “Untuk apa? Bukankah itu akan membuat
Ibu Rima terganggu?” kata Via, Nala menggelengkan kepalanya, “Yang aku maksud
bukan menginap, hanya untuk bersenang-senang” “Lalu apa?” Tanya Via lagi, Nala
menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya “Baiklah, aku akan menjelaskan
pada kalian” Nala berhenti sesaat dan memandang ketiga sahabatnya yang tidak
sabar mendengarkan penjelasannya, lalu Nala pun mulai berbicara “Besok kita
menginap disini, dan saat itu kita bisa menyelesaikan semuanya bersama, kita
akan berlatih voli dihalaman, belajar fisika, dan membuat kue. Itu semua kita
lakukan bersama malam itu, bagaimana?”
Nala memperhatikan
ketiga sahabatnya sedang berpikir, “Aku setuju” kata Rima mulai bicara,
mendengar perkataan Rima Nala tersenyum bahagia, “Aku setuju” kata Via dan Mira
bersamaan, “Baiklah, jika sudah setuju semua, kita sepakat besok setelah pulang
sekolah kita berkumpul disini, dan jangan lupa membawa perlengkapan menginap
kalian” kata Nala sembari tersenyum, dan melihat ketiga sahabatnya yang
tersenyum, “Ayo, kita lakukan semuanya bersama” kata Rima, dengan bersemangat.
Keesokan harinya, setelah
pulang sekolah. Mereka telah berkumpul dirumah Rima, malam itu menjadi malam
yang paling menyenangkan bagi mereka, karena dimalam itu mereka menyelesaikan
semua masalah mereka bersama. Mulai dari latihan voli bersama-sama, belajar
bersama-sama, dan membuat kue pun bersama-sama. Malam itu waktu terasa lama,
dan menyenangkan.
Waktu terus berjalan
tanpa henti, hari penentuan pun telah tiba, hari dimana Nala melaksanakan ujian
praktek, Mira yang melaksanakan ulangan, dan Via yang sedang dalam pertandingan.
Mereka pun sepakat untuk berkumpul dirumah Rima setelah sekolah usai. Dan saat
bel pulang berbunyi, dan seperti sebelum pulang Nala melaksankan piket terlebih
dahulu, setelah selesai ia pun segera menuju rumah Rima, terlihat Mira dan Rima
telah menunggunya disana, namun Via belum berada disana, dan mereka pun
memutuskan untuk menunggu Via.
Akhirnya Via pun
datang, wajah Via terlihat pucat dan ia terlihat tidak senang, ia pun duduk di teras
rumah Rima, tenggorokannya terasa kering, lalu Nala memberinya segelas air
kepadanya seakan-akan Nala mengerti apa yang dirasakannya. Setelah Via meminum segelas
air itu sampai habis, Nala mulai berbicara padanya “Via, ada apa? Kenapa
wajahmu pucat? Ceritakan pada kami apa yang telah terjadi?” Mira dan Rima
mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Nala, “Kau harus menceritakannya
pada kami” Rima pun mulai bicara, “Via kau selalu menyembunyikan perasaan mu”
kata Mira setengah berteriak, Nala mencoba memperhatikan wajah Via, dan ia
melihat air mata Via mulai membasahi pipinya, menyadari bahwa air matanya mulai
keluar, Via segera menhapusnya dengan tangannya, lalu merebahkan tubuhnya di lantai
sembari menutup matanya dan bergumam sesuatu yang tidak dapat mereka dengar,
mereka mulai khawatir dengan apa yang terjadi pada sahabatnya itu.
Dan dengan tiba-tiba
Via bangkit dan terduduk, hal itu membuat ketiga sahabatnya terkejut, mereka
terus memperhatikannya dan ia pun mulai menarik Napas dalam- dalam lalu
mengeluarkanya dengan berat, dan mulai bebicara “aku… aku tidak percaya” Via
berhenti , dan memandang wajah ketiga sahabatnya yang penasaran, “aku tidak
percaya dengan apa yang telah terjadi” Via berhenti sesaat dan memejamkan
matanya, lalu membukanya dan berteriak “kita menang! tim voli kita menang!”,
mendengar apa yang Via katakan, ketiga sahabatnya terkejut dan merasa sangat
gembira, kegembiraan itu terus berlajut ketika Rima mengatan bahwa Ibunya telah
sembuh, lalu Nala yang mendapat nilai ujian praktek paling tinggi di kelasnya,
dan Mira yang mendapat nilai Fisika yang hampir sempurna, hari itu mereka
sangat gembira sekali.
“Teman-teman mulai
sekarang jangan ada rahasia diantara kita, jika ada masalah kita harus
selesaikan bersama, janji” ucap Nala sembari mengacungkan kelingkingnya.
“Janji” jawab Mira,
kemudian melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Nala, dan disusul oleh Rima
dan Via.
Pada hari itu, langit,
matahari, pepohonan dan rumput- rumput menjadi saksi janji mereka. Dan sejak
saat itu kegembiraan serta kebersamaan selalu menyertai persahabatan mereka.
itu
cerpen pertama saya, jadi harap dimaklum jika ceritanya monoton dan
banyak kesalahan dari cara penulisan dan bahasanya. mohon komentar dan
sarannya.
saya harap cerpen ini dapat bermanfaat,